> >

Kisah Anak-Anak Yaman yang Direkrut Pemberontak Houthi untuk Perang, Dikerahkan ke Garda Terdepan

Kompas dunia | 16 Juni 2022, 17:09 WIB
Kahlan, mantan tentara anak berusia 12 tahun, mendemonstrasikan cara memakai senjata, di sebuah kamp untuk orang-orang terlantar di Marib, Yaman, pada 27 Juli 2018. (Sumber: AP Photo/Nariman El-Mofty)

KAIRO, KOMPAS.TV - Sebuah video tentang dokumen Perang Yaman bocor ke dunia maya pada awal bulan ini. Terpantau seorang pria berdiri di depan papan tulis dalam ruang kelas yang penuh anak-anak, mengajarkan bagian-bagian dari senapan AK-47. 

Pria itu lantas memberikan senjata pada seorang anak, menunjukkan bagaimana cara mengokangnya.

Segera yang lain ikut berkerumun, meminta giliran satu per satu untuk menjajal senjata itu. Banyak di antara mereka yang usianya tak lebih dari 10 tahun 

Video tersebut menunjukkan pada dunia tentang bentuk indoktrinasi prajurit anak-anak oleh pemberontak Houthi di Yaman. 

Kepada Associated Press, penduduk setempat mengonfirmasi, kegiatan pemberontak memang difilmkan dalam beberapa pekan terakhir, tepatnya di provinsi Amran yang telah jadi wilayah kekuasaan Houthi.

Baca Juga: Arab Saudi Sita Mainan Berwarna Pelangi, Dinilai Promosikan Homoseksualitas

Sebelum video itu bocor, pemberontak Houthi sebenarnya telah bersepakat dengan PBB pada April 2022 untuk berhenti melibatkan anak-anak dalam perang.

Akan tetapi, dua pejabat Houthi menyatakan pada Associated Press bahwa mereka masih terus merekrut ratusan anak, termasuk yang berusia 10 tahun.

Anak-anak itu dikerahkan menuju garda terdepan, ketika gencatan senjata berjalan lebih dari dua bulan terakhir.

Pejabat Houthi menilai tak ada yang salah dalam praktik tersebut, dan menganggap anak laki-laki berusia 10 hingga 12 tahun sudah termasuk dewasa.

"Mereka bukan anak-anak. Mereka adalah orang-orang sejati, yang harus membela negara mereka dari agresi Saudi dan Amerika, serta membela bangsa Islam," kata salah satu dari mereka, yang enggan disebut namanya demi menghindari gesekan antar-pemberontak Houthi.

Houthi menggunakan apa yang mereka sebut sebagai "kamp musim panas" untuk menyebarkan ideologi agama dan merekrut anak laki-laki untuk berperang.

Kamp-kamp itu berlangsung di sekolah-sekolah dan masjid-masjid wilayah Yaman yang telah dikuasai, meliputi bagian utara, tengah dan Ibukota Sanaa.

Perang saudara di Yaman meletus pada 2014 ketika gerakan pemberontak Houthi turun dari wilayah utara dan merebut ibu kota negara itu.

Pemerintah yang diakui secara internasional melarikan diri ke wilayah selatan, lalu berkoalisi dengan Arab Saudi dalam pertempuran yang berlangsung sejak awal 2015.

Mereka mencoba mengembalikan pemerintah yang sah ke tampuk kekuasaan dengan melancarkan serangan udara ke kubu Houthi. Selain itu, Arab Saudi dan pemerintah Yaman juga mempersenjatai pasukan anti-Houthi.

Sepanjang perang, lebih dari 150.000 orang tewas, termasuk lebih dari 14.500 warga sipil. Perang saudara menjerumuskan Yaman ke dalam kelaparan, dan termasuk salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

Anak-anak dilibatkan selama bertahun-tahun. PBB memperkirakan, nyaris 2.000 anak yang direkrut Houthi tewas di medan perang dalam rentang Januari 2020 hingga Mei 2021. 

Adapun pasukan pro-pemerintah diketahui juga melibatkan anak-anak untuk berperang, tetapi dalam tingkat jauh lebih rendah. Mereka telah mengambil langkah besar untuk menghentikan praktik itu sejak gencatan senjata berlangsung.

Baca Juga: Rusia Ngamuk ke Israel, Panggil Duta Besar Israel atas Serangan ke Bandara Suriah

 

Penulis : Rofi Ali Majid Editor : Vyara-Lestari

Sumber : AP


TERBARU