Berharap Bangsa Palestina Lenyap , Wakil Menteri Agama Israel Dikecam
Kompas dunia | 14 Juni 2022, 22:08 WIBTEL AVIV, KOMPAS.TV - Wakil Menteri Layanan Keagamaan Israel Matan Kahana menuai kecaman usai melontarkan pernyataan kontroversial tentang Palestina. Ketika berbicara ke siswa sebuah SMA di Tepi Barat, Kahana mengaku jika ada tombol untuk membuat bangsa Palestina “lenyap”, ia akan menekannya.
Dalam video pernyataan Kahana yang beredar luas pada Selasa (14/6/2022), ia menyebut narasi antara bangsa Israel dan bangsa Palestina adalah rintangan utama menuju perdamaian.
Kahana disinyalir hendak mengatakan bahwa Israel dan Palestina kini tidak punya pilihan lain kecuali menemukan cara untuk hidup bersama.
“Apabila ada suatu tombol yang bisa Anda pencet yang membuat semua orang Arab lenyap, mengirim mereka dalam kereta ekspres ke Swiss, saya akan menekan tombol itu,” kata Kahana dikutip Associated Press.
“Namun, apa yang bisa Anda lakukan? Tidak ada tombol seperti itu. Maka, sepertinya kita dimaksudkan untuk eksis (bersama) di tanah ini dengan suatu cara,” lanjutnya.
Pernyataan Kahana tersebut dikecam oleh anggota parlemen Israel asal Palestina dan dari anggota koalisinya sendiri. Kahana merupakan anasir partai nasionalis Yamina yang mengusung Perdana Menteri Naftali Bennett.
Baca Juga: PM Israel Mendadak ke Uni Emirat Arab Temui Presiden UAE, Bahas Topik Rahasia
Ahmad Tibi, anggota parlemen Israel dari pihak oposisi, merespons pernyataan itu dengan mengaku bahwa ia berkehendak membuat Kahana “lenyap dari pemerintahan dan Knesset (parlemen Israel).”
Sementara itu, Michal Rozin, anggota Knesset dari koalisi Yamina menegaskan bahwa pernyataan Kahana “lebih dari tidak bisa ditoleransi.”
Kahana sendiri mengklarifikasi pernyataannya usai dikecam oleh berbagai pihak. Ia mengaku pernyataan tersebut “memuat pilihan kata yang buruk.”
“Pernyataan saya bermaksud menyampaikan bahwa populasi Arab dan Yahudi tidak akan ke mana-mana. Karena itu, kita harus mengupayakan hidup dalam koeksistensi. Koalisi kami adalah langkah berani menuju tujuan ini,” demikian klarifikasi Kahana yang diunggah ke Twitter.
Koalisi Yamina sendiri mengumpulkan delapan partai dengan ideologi berbeda. Koalisi itu untuk pertama kalinya mengakomodasi faksi Islamis Arab.
Isu pengusiran paksa merupakan isu sensitif bagi bangsa Palestina. Mereka pernah diusir secara massal ketika pembentukan negara Israel pada 1948 dan Perang Arab-Israel 1967.
Selama ini, politikus nasionalis Israel pun tak jarang menggunakan ancaman pemindahan paksa orang Palestina yang memiliki kewarganegaraan Israel.
Di mata hukum Israel, orang Palestina dianggap setara dengan Yahudi, tetapi faktanya kerap mengalami diskriminasi.
Baca Juga: Laporan Terbaru PBB: Pendudukan oleh Israel adalah Akar Masalah Kekerasan di Palestina
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Associated Press