Kasus Gejala Covid-19 di Korea Utara Tembus 2 Juta, Rakyat Kim Jong-Un Ketakutan
Kompas dunia | 20 Mei 2022, 12:15 WIBPYONGYANG, KOMPAS.TV - Kasus Covid-19 yang tengah melanda Korea Utara dilaporkan telah meningkat dengan cepat.
Pada Kamis (19/5/2022), pejabat kesehatan Korea Utara melaporkan lebih dari 2 juta orang telah telah memperlihatkan gejala Covid-19, sejak kasus pertama dilaporkan pekan lalu.
Mereka juga mengungkapkan 63 orang tewas karena Covid-19, dan 740.000 orang telah dikarantina karena memiliki gejala tersebut.
Demam dan suhu tubuh yang tinggi menjadi gejala dari penyakit karena virus corona.
Baca Juga: Korea Utara Mulai Genjot Produksi Obat dan Pasokan Medis Hadapi Covid-19, Termasuk Obat Tradisional
Para pengamat mengungkapkan, nyaris semua rakyat Korea Utara yang tak divaksin Covid-19 membuat peningkatan kasus virus corona di sana kian tinggi.
Wabah Covid-19 yang melanda Korea Utara pun membuat rakyat dari negara yang dipimpin Kim Jong-un tersebut ketakutan.
Hal itu diungkapkan salah satu pembelot Korea Utara, Kang Mi-jin, berdasarkan informasi dari kontaknya di kota Korea Utara, Hyesan.
“Korea Utara tahu banyak orang di seluruh dunia tewas karena Covid-19, jadi mereka ketakutan juga akan mati,” tuturnya dikutip dari VOA.
Ia juga mengungkapkan banyak rakyat Korea Utara yang menggunakan pengobatan tradisional untuk mengatasi kekhawatiran mereka.
TV Korea Utara menyirakan iklan yang mengimbau masyakarat Korea Utara untuk menemui dokter jika mengalami masalah pernapasan, muntah darah atau hilang kesadaran.
Mereka juga menjelaskan apa saja obat yang bisa para pasien konsumsi, termasuk perawatan rumahan, seperti teh madu.
Baca Juga: Gawat, Vaksin Covid-19 Dianggap Sudah Terlambat untuk Selamatkan Korea Utara
Surat kabar Korea Utara, Rodong Sinmun, menyarankan orang dengan gejala ringan merebus 4 hingga 5 gram, daun Dedalu atau Kamperfuli dengan air panas dan meminumnya tiga kali sehari.
Namun, anjuran tersebut membuat pembelot Korea Utara lainnya, Cho Chung-hui merasa hal itu omong kosong.
“Panduan mereka tak masuk akal. Seperti pemerintah meminta orang untuk menghubungi dokter hanya jika mereka kesulitan bernapas, yang berarti sebelum mereka akan mati,” kata pembelot yang sebelumnya adalah pejabat pertanian Korea Utara.
“Hati saya sakit ketika saya berpikir tentang saudara dan saudari saya di Korea Utara dan mereka menderita,” ujarnya.
Penulis : Haryo Jati Editor : Desy-Afrianti
Sumber : VOA