Terumbu Karang Samudra Hindia Bagian Barat Terancam Punah 50 Tahun ke Depan
Kompas dunia | 7 Desember 2021, 06:40 WIBNAIROBI, KOMPAS.TV - Jajaran terumbu karang di Samudra Hindia bagian barat terancam keruntuhan total dalam 60 tahun ke depan, akibat kenaikan suhu air laut dan penangkapan ikan yang berlebihan, seperti dilansir Straits Times mengutip AFP, Selasa (07/12/2021).
Temuan itu muncul dalam hasil studi yang fokus mempelajari ekosistem perairan wilayah Samudra Hindia bagian barat.
Temuan tersebut, yang diterbitkan dalam jurnal Nature Sustainability hari Senin (06/12/2021), memperingatkan bahwa terumbu karang di sepanjang pantai timur Afrika dan negara-negara kepulauan seperti Mauritius dan Seychelles menghadapi risiko kepunahan yang tinggi kecuali tindakan segera diambil.
Untuk pertama kalinya peneliti bisa menilai kerentanan terumbu karang di barat Samudra Hindia, dan mengidentifikasi ancaman utama terhadap kesehatan karang.
Mereka menemukan semua terumbu di wilayah ini menghadapi "kehancuran ekosistem total dan kerusakan permanen" dalam beberapa dekade ke depan. Selain itu, kenaikan suhu permukaan laut saat ini membuat beberapa habitat terumbu karang terancam punah.
"Temuan ini cukup serius. Terumbu karang ini rentan terhadap keruntuhan," kata penulis utama David Obura, direktur pendiri di Cordio Afrika Timur, sebuah lembaga penelitian kelautan yang berbasis di Kenya, kepada AFP seperti dilansir Straits Times.
"Tidak ditemukan wilayah di mana terumbu karang dalam keadaan sehat sepenuhnya. Mereka semua agak menurun, dan itu akan terus berlanjut."
Studi tersebut, yang ditulis bersama dengan International Union for Conservation of Nature, di mana mereka menilai 11.919 kilometer persegi terumbu karang mewakili sekitar lima persen dari total luas terumbu karang secara global.
Terumbu karang yang mengelilingi negara-negara pulau yang indah seperti Mauritius, Seychelles, Komoro dan Madagaskar adalah yang paling menghadapi risiko, kata para peneliti.
Negara-negara tersebut adalah tujuan ekowisata ngetop yang sangat bergantung pada kelestarian lingkungan laut mereka.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Straits Times/AFP