Pemberontak Tigray Merangsek Dekati Ibu Kota Addis Ababa, Ethiopia Darurat Nasional
Kompas dunia | 3 November 2021, 05:52 WIBADDIS ABABA, KOMPAS.TV - Kabinet Ethiopia pada Selasa (2/11/2021) mengumumkan keadaan darurat nasional setelah pemberontak Tigray TPLF merebut dua kota penting dalam upaya menuju ibu kota.
"Keadaan darurat bertujuan untuk melindungi warga sipil dari kekejaman yang dilakukan oleh kelompok teroris TPLF di beberapa bagian negara," Fana Broadcasting Corporate melaporkan, merujuk pada Front Pembebasan Rakyat Tigray.
Seperti dilaporkan media yang berafiliasi dengan negara, Fana, yang dikutip Straits Times, anggota parlemen diharapkan menyetujui tindakan itu dalam waktu 24 jam.
Dalam beberapa hari terakhir, TPLF mengklaim kendali atas dua kota utama sekitar 400 km dari Addis Ababa dan tidak mengesampingkan kemungkinan merangsek ke ibukota, yang sejauh ini belum mengalami pertempuran apapun.
Pemerintah Ethiopia membantah klaim keuntungan teritorial TPLF yang, jika klaim TPLF benar, merupakan kemajuan strategis besar secara militer.
Sebagian besar Ethiopia utara berada di bawah pemadaman komunikasi, dan akses bagi wartawan dibatasi, membuat klaim medan perang sulit untuk diverifikasi secara independen.
Baca Juga: Serangan Udara Ethiopia ke Ibu Kota Tigray Tewaskan 3 Anak-Anak
T.P.L.F. berdiri pada pertengahan 1970-an sebagai milisi kecil etnis Tigray, kelompok yang telah lama terpinggirkan oleh pemerintah pusat dan berperang melawan kediktatoran militer Ethiopia, seperti dilansir The New York Times pertengahan September lalu.
Dua kelompok etnis terbesar di Ethiopia, Oromo dan Amhara, membentuk lebih dari 60 persen populasi, sementara Tigrayan, yang terbesar ketiga, hanya 6 hingga 7 persen.
Namun T.P.L.F. menjadi kekuatan pemberontak paling kuat di negara itu, akhirnya memimpin aliansi yang menggulingkan pemerintah pada tahun 1991.
Aliansi pemberontak itu kemudian menjadi koalisi penguasa Ethiopia, dengan T.P.L.F. di sebagai pemimpinnya.
Meles Zenawi, yang memimpin T.P.L.F., memimpin Ethiopia dari tahun 1991 hingga kematiannya pada tahun 2012, periode di mana Ethiopia muncul sebagai negara yang stabil di wilayah yang bergejolak dan menikmati pertumbuhan ekonomi yang signifikan.
Tetapi pemerintahan Zenawi secara sistematis menekan lawan politik dan membatasi kebebasan berbicara, dan penyiksaan adalah hal biasa di pusat-pusat penahanan pemerintah.
Protes antipemerintah yang meletus pada tahun 2016 membuka jalan bagi Abiy, yang ayahnya etnis Oromo, untuk menjadi perdana menteri pada tahun 2018.
Pemerintahannya lalu membersihkan pejabat asal etnis Tigray dan menuduh beberapa orang melakukan korupsi atau pelanggaran hak asasi manusia, sehingga membuat marah kepemimpinan kelompok Tigray.
Pada tahun 2019, Abiy mengkonsolidasikan kekuasaannya dengan menciptakan sebuah partai baru yang secara efektif merupakan bekas koalisi pemerintahan dikurangi Tigrayan, yang menolak untuk bergabung.
Tapi T.P.L.F. masih menguasai pemerintah daerah Tigray dan pasukan keamanan disana yang diperkirakan berjumlah 250.000 orang bersenjata, kata International Crisis Group pada awal perang.
Dalam peperangan, pemerintah Ethiopia menetapkan untuk menangkap atau membunuh tokoh T.P.L.F. yang mencakup beberapa mantan pemimpin politik dan militer Ethiopia.
Pada bulan Januari, pemerintah federal melucuti T.P.L.F. dari status hukumnya sebagai partai politik dan pada bulan Mei mencap kelompok itu sebagai organisasi teroris.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Gading-Persada
Sumber : Straits Times