Mesir Wajibkan Kreator Konten Berpenghasilan di Atas Rp454 Juta per Tahun Bayar Pajak
Kompas dunia | 28 September 2021, 22:44 WIBKAIRO, KOMPAS.TV – Pemerintah Mesir berencana mewajibkan kreator konten (content creator) atau influencer di media sosial yang berpenghasilan di atas 500.000 paun Mesir (sekitar Rp454,6 juta) per tahun, untuk membayar pajak.
“Siapapun yang meraup keuntungan di Mesir harus dikenakan pajak apapun bidang pekerjaan mereka,” tegas pejabat Otoritas Pajak Mesir Mohamed Al-Gayyer seperti dikutip dari Middle East Monitor, Selasa (28/9/2021).
Pejabat pajak lainnya, Mohamed Keshk, mengatakan, mereka yang gagal melakukan kewajibannya terancam hukuman penjara hingga lima tahun atas tuduhan penggelapan pajak.
Pihak berwenang Mesir tidak menjelaskan bayaran apa yang harus dibayarkan oleh para influencer itu.
Namun, para kreator konten diminta untuk mendatangi kantor-kantor unit perdagangan elektronik (e-commerce) untuk mendaftarkan diri dan menyampaikan pertanyaan.
Para pengguna media sosial Mesir mempertanyakan alasan pemerintah melakukan hal tersebut. Mereka juga meragukan keakuratan jumlah pendapatan yang dihasilkan para pembuat konten.
Baca Juga: Untuk Pertama Kalinya Dalam Satu Dekade, PM Israel dan Presiden Mesir Bertemu Secara Terbuka
Namun sebagian kalangan mendukung langkah pemerintah tersebut.
“Kalau pedagang sayuran miskin saja harus bayar pajak, kita juga dapat meminta orang-orang kaya membayar pajak,” tulis seorang netizen di Twitter.
Media setempat melaporkan Otoritas Pajak Mesir telah mengidentifikasi antara 300 hingga 400 kanal YouTube yang berpotensi diseret ke pengadilan atas dugaan penggelapan pajak.
Otoritas Pajak Mesir diberitakan telah mulai menghubungi manajemen Facebook dan YouTube untuk mengumpulkan informasi tentang blogger dan influencer media sosial.
Pemerintah Mesir sejak beberapa bulan terakhir telah menjebloskan sejumlah influencer perempuan ke penjara atas tuduhan “merusak nilai-nilai keluarga.”
Di bawah undang-undang yang diberlakukan pada 2018, akun-akun media sosial dan blog yang memiliki pengikut 5.000 lebih, dianggap sebagai gerai media. Karena itu, mereka dapat didakwa dengan tuduhan menyebarkan informasi bohong atau penghasutan untuk melakukan pelanggaran hukum.
Menurut organisasi Freedom House, Mesir berada di posisi kedelapan di antara negara-negara terburuk dalam hal kebebasan di internet. Pemerintah Mesir terutama menargetkan para pengguna internet yang mengkritik kebijakan pemerintah.
Baca Juga: Mesir Perintahkan Cegah Masuknya Buku Ekstremisme dan Ikhwanul Muslimin dari Masjid Seluruh Negeri
Penulis : Edy A. Putra Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Middle East Monitor