> >

Maladewa di Antara Pendapatan Turisme dan Krisis Iklim

Kompas dunia | 27 September 2021, 20:31 WIB
Presiden Maladewa Ibrahim Mohamed Solih berbicara di Sidang Umum PBB, Selasa (21/9/2021). (Sumber: Eduardo Munoz/Pool Reuters via Associated Press)

Siklus yang dihadapi negara-negara itu amat mengkhawatirkan. Negara-negara itu butuh turisme, yang mana memperparah krisis iklim, yang kemudian menghancurkan lanskap geografis mereka yang selama ini menjadi daya tarik turisme.

Bahkan, akibat krisis iklim, negara-negara kecil yang memiliki daratan rendah dapat tenggelam sepenuhnya pada akhir abad ini.

PBB disebut belum serius mempertimbangkan nasib negara-pulau kecil di tengah krisis iklim. Menurut April Baptiste, profesor studi lingkungan hidup dari Universitas Colgate AS, problem negara-pulau kecil telah dibiarkan selama bertahun-tahun karena mereka dianggap “tidak diperlukan”.

Pasalnya, negara-negara ini memiliki area yang kecil, juga kekuatan politik dan finansial yang tak begitu diperhitungkan. Beberapa negara-pulau juga memiliki sejarah eksploitasi selama berabad-abad oleh negara-negara “Dunia Pertama”.

“Anda memiliki lapisan ras, rasisme, serta marginalitas yang harus dipertimbangkan. Saya yakin itulah alasan utama mengapa negara-pulau berkembang kecil ini tak diperhatikan secara serius,” kata Baptiste.

Sidang Umum PBB pun diharapkan menjadi momentum untuk awal kebijakan yang lebih tegas terkait nasib negara-negara tersebut beserta problem krisis iklim yang mengancam.

“Negara-negara yang telah terindustrialisasi punya kewajiban untuk membantu negara-negara yang paling terdampak perubahan iklim, karena mereka lah biang keladinya,” tegas Perdana Menteri Antigua dan Barbuda Gaston Browne.

Baca Juga: PBB Desak Pemimpin Dunia Tingkatkan Upaya Perangi Perubahan Iklim


 

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Associated Press


TERBARU