Mantan Pemimpin Khmer Merah, Khieu Samphan Bersikeras Tak Bersalah atas Genosida Kamboja
Kompas dunia | 19 Agustus 2021, 23:22 WIBPHNOM PENH, KOMPAS.TV - Mantan Pemimpin Khmer Merah, Khieu Samphan mengaku tak bersalah dan tidak bertanggung jawab atas genosida di Kamboja.
Hal itu diungkapkan satu-satunya pemimpin Khmer Merah yang masih hidup itu pada persidangan internasional, Kamis (19/8/2021).
Di bawah tirani Pol Pot, Khmer Merah membuat dua juta rakyat Kamboja tewas karena kelaparan dan eksekusi massal yang terjadi pada 1975-1979.
Khieu Samphan merupakan salah satu pemimpin rezim tertutup tersebut, dan telah divonis hukuman seumur hidup pada 2018 lalu oleh pengadilan PBB karena genosida terhadap etnis minoritas Vietnam di Kamboja.
Baca Juga: Rektor UIN Sebut Taliban Mulai Moderat terhadap Perempuan, Pengamat: Itu Omong Kosong
Namun sejak Senin (16/8/2021), pengacaranya berargumen dalam sidang banding bahwa pengadilan telah mengambil pendekatan selektif dalam memberikan kesaksian untuk menghukumnya.
Khieu Samphan pun menegaskan bahwa dirinya tak bersalah ketika pengadilan akan berakhir.
“Saya menolak tuduhan memiliki keinginan untuk melakukan kejahatan,” ujarnya seperti dikutip dari France 24.
“Saya tak mengakui hal tersebut,” tambah pria yang kini berusia 90 tahun tersebut.
Pengadilan sebelumnya dilakukan selama tiga tahun dan berakhir pada 2017.
Pada pengadilan tersebut, ada kesaksian dari 100 saksi mata yang mendeskripsikan detail mengerikan mengenai kekerasan dan pembunuhan massal yang dilakukan terhadap muslim Cham dan etnis Vietnam.
Saat itu, Khieu Samphan mengklaim ia tak termasuk dalam mesin pembunuh yang membinasakan hampir seperempat populasi Kamboja.
Pada pernyataan penutupnya, ia juga menolak label sebagai pembunuh.
Meski begitu, ia bersama rekannya yang disebut Saudara Nomor 2, Nuon Chea yang meninggal pada 2019, beroleh hukuman seumur hidup.
Baca Juga: Edit Foto Korban Pembantaian Khmer Merah dengan Mulut Tersenyum, Seniman Dikecam Pemerintah Kamboja
Mereka dihukum karena genosida dan sejumlah kejahatan lainnya, termasuk pernikahan paksa dan pemerkosaan.
Walau berusaha membuktikan dirinya tidak bersalah, Khieu Samphan menegaskan nasibnya sudah jelas.
“Apa pun yang ditetapkan, saya akan mati di penjara. Saya dihakimi sebagai simbol, bukan atas apa yang saya lakukan sebagai individu,” katanya.
Putusan atas pengadilan terbaru diperkirakan akan keluar pada 2022.
Penulis : Haryo Jati Editor : Vyara-Lestari
Sumber : France 24