> >

AS, Inggris dan Uni Eropa Kecam Pembajakan Pesawat Ryanair demi Tangkap Aktivis Oposisi Belarusia

Kompas dunia | 25 Mei 2021, 20:20 WIB
Jurnalis Belarusia yang pro oposisi, Roman Protasevich. (Sumber: Euroradio via AP)

WASHINGTON, KOMPAS.TV – Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengecam upaya "pembajakan" pesawat Ryanair yang dilakukan Belarusia demi menangkap aktivis sekaligus jurnalis pro-oposisi, Roman Protasevich.

"Insiden memalukan ini dan video Protasevich saat ditahan merupakan pelanggaran memalukan untuk perbedaan pandangan politik dan kebebasan pers," ujar Biden seperti dikutip AFP, Senin (24/5).

Biden merujuk pada salah satu video yang ditayangkan stasiun televisi Belarusia.

Dalam video itu, Protasevich mengaku bersalah atas tuduhan memicu kerusuhan massal.

Biden mendukung Uni Eropa yang dikabarkan bakal menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Belarusia.

"Saya mendukung kabar bahwa Uni Eropa berencana menjatuhkan sanksi ekonomi dan upaya lainnya. Saya juga sudah meminta tim saya untuk mencari opsi yang layak untuk menuntut pertanggungjawaban dari mereka yang bertanggung jawab," ujar Biden.

Baca Juga: Demi Tangkap Jurnalis Oposisi, Belarusia Alihkan Penerbangan Yunani-Lithuania ke Minsk

Senada dengan Biden, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson juga mengecam aksi penangkapan Protasevich.

Melansir Associated Press pada Selasa (25/5/2021), menurut Johnson, rekaman penangkapan Protasevich merupakan “tontonan yang sangat menyedihkan”.

Lewat akun resmi pemerintahan, Johnson menyerukan pembebasan segera Protasevich. Johnson juga memperingatkan bahwa "tindakan Belarusia akan memiliki konsekuensi".

Sehari sebelumnya, pada Minggu (23/5/2021), pemerintah Belarusia dilaporkan memaksa pesawat milik maskapai Inggris, Ryanair,  untuk mendarat di Minsk agar mereka bisa menangkap Protasevich.

Pesawat Ryanair yang mengangkut aktivis oposisi Belarusia, Roman Protasevich, saat mendarat di Bandara Internasional Vilnius, Lithuania, Minggu (23/5/2021). (Sumber: AP Photo/Mindaugas Kulbis)

Insiden ini terjadi saat pesawat dengan kode penerbangan 4978 itu sedang dalam perjalanan dari Athena, Yunani, menuju Lithuania.

Menurut saksi di pesawat, pilot tiba-tiba menyatakan bahwa pesawat itu harus mendarat darurat di Minsk karena ada kendala teknis.

Baca Juga: Belarusia Didiskualifikasi dari Eurovision, Liriknya Dianggap Dukung Kebrutalan Rezim Lukashenko

Saat mendengar pengumuman itu, Protasevich langsung berdiri dari kursi dan mengambil tas berisi perangkat elektronik, seperti komputer jinjing hingga ponsel.

Protasevich lantas memberikan seluruh perangkat elektronik itu kepada seorang perempuan warga Rusia, Sofia Sapega. Dia adalah mahasiswi yang diduga merupakan kekasih Protasevich.

Seorang penumpang yang duduk di bangku belakang Protasevich, Marius Rutkauskasu, mengatakan bahwa begitu pilot mengumumkan pendaratan darurat, wajah Protasevich langsung murung.

"Saya melihat dia duduk di samping kekasihnya dan mulai panik. Sebagaimana yang saya pahami, dia adalah jurnalis itu. Dia panik karena pesawat itu akan mendarat di Minsk. Dia mengatakan hukuman mati sudah menunggunya," kata Rutkauskaus seperti dikutip dari CNN.

Baca Juga: Padamkan Aksi Protes, Belarusia Tangkapi Para Jurnalis dan Aktivis HAM dan Geledah Rumah Mereka

Melansir Associated Press, kru menara pengawas di Minsk memberitahu awak Ryanair bahwa ada ancaman bom di pesawat saat pesawat itu melintasi wilayah udara Belarusia dan memerintahkan pesawat itu segera mendarat.

Namun, Wakil Komandan Angkatan Udara Belarusia, Mayjen Andrey Gurtsevich, membantah tuduhan telah memaksa pesawat Ryanair untuk mendarat.

Dia mengatakan bahwa mereka menyatakan kepada pilot Ryanair ada sebuah ancaman keamanan di pesawat itu.

Mereka pun mengutus jet tempur MiG29 untuk mengawal pesawat Ryanair itu hingga mendarat.

Setelah pesawat mendarat, dilaporkan ada enam orang turun dan tidak melanjutkan penerbangan.

Diduga mereka adalah Protasevich, Sapega, dan sejumlah agen intelijen yang diutus untuk membuntuti.

Baca Juga: Presiden Belarusia Alexander Lukashenko Mulai Berpikir untuk Mundur, Pihak Oposisi Curiga

Protasevich diperkirakan sudah dibuntuti agen intelijen sejak lama akibat sepak terjangnya.

Selama ini, ia menjalankan aksi menolak rezim Presiden Belarusia, Alexander Lukashenko, yang sudah berkuasa selama 26 tahun dari luar negeri.

Presiden Belarusia Alexander Lukashenko saat memperingati 35 tahun bencana Chernobyl di kota Bragin, sekitar 360 km di tenggara Minsk, Belarusia, pada Senin (26/4/2021). (Sumber: Sergei Sheleg/BelTA Pool Photo via AP, File)

Protasevich meninggalkan Belarusia pada tahun 2019 dan membentuk kanal di aplikasi Telegram bernama Nexta yang menjadi salah satu motor penggerak aksi unjuk rasa besar-besaran menentang Lukashenko.

Atas bantuannya terhadap oposisi, Protasevich terancam hukuman mati di Belarusia karena dianggap sebagai teroris.

Pada pemilihan presiden Belarusia tahun 2020, Lukashenko diklaim sebagai pemenang, meski pemilihan itu dilaporkan sarat dengan kecurangan.

Penulis : Vyara Lestari Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU