AS Cabut Sanksi Sejumlah Pejabat Mahkamah Pidana Internasional yang Diberlakukan di Era Trump
Kompas dunia | 3 April 2021, 14:47 WIBWASHINGTON, KOMPAS.TV - Amerika Serikat hari Jum'at (02/04/2021) mencabut sanksi terhadap sejumlah pejabat senior Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) yang diberlakukan pemerintahan mantan presiden AS Donald Trump.
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, dalam pernyataannya seperti dilansir Xinhua Sabtu, (03/04/2021) menyampaikan, Presiden Joe Biden mencabut perintah eksekutif terhadap sejumlah pejabat tertentu di ICC, dan dengan demikian mengakhiri ancaman dan penerapan sanksi ekonomi serta pembatasan visa terkait mahkamah tersebut.
"Sehubungan dengan ini, maka sanksi yang dijatuhkan oleh pemerintahan sebelumnya terhadap Jaksa ICC Fatou Bensouda dan Kepala Divisi Yurisdiksi, Komplementaritas, dan Kerja Sama Kantor Kejaksaan ICC Phakiso Mochochoko telah dicabut," ujar Blinken.
Departemen Luar Negeri AS juga mengakhiri kebijakan terpisah tahun 2019 tentang pembatasan visa bagi sejumlah pejabat ICC tertentu.
"Keputusan ini mencerminkan penilaian kami bahwa tindakan yang telah diambil tidak tepat dan tidak efektif," tambahnya.
Baca Juga: Pengadilan Kriminal Internasional Mulai Selidiki Dugaan Kejahatan di Wilayah Palestina
Meski demikian, Blinken tetap menyoroti keberatan Washington terhadap keputusan mahkamah internasional yang berbasis di Den Haag tersebut, seperti dilansir Associated Press, Sabtu, (04/03/2021)
"Kami tetap sangat tidak setuju dengan tindakan ICC yang berkaitan dengan situasi Afghanistan dan Palestina. Kami mempertahankan keberatan kami terhadap upaya mahkamah tersebut yang menuntut yurisdiksi atas pegawai pemerintahan Pihak Non-Anggota Statuta Roma seperti Amerika Serikat dan Israel," katanya.
AS tidak menyetujui Statuta Roma ICC dan tetap menolak yurisdiksi ICC terhadap warga AS.
ICC pada Maret tahun lalu menyetujui investigasi atas kemungkinan kejahatan perang di Afghanistan, termasuk yang mungkin dilakukan oleh pihak militer AS dan CIA, yang dapat berujung pada dakwaan atas sejumlah personel militer dan intelijen AS.
Mahkamah Pidana Internasional yang bermarkas di Den Haag, Belanda, bertugas menyelidiki dan mengadili pembunuhan massal, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang. Amerika Serikat menolak untuk menjadi anggota pengadilan yang beranggotakan 120 negara tersebut.
Baca Juga: Palestina Lapor Israel ke Pengadilan Kriminal Internasional
Pengadilan tersebut dibentuk untuk meminta pertanggungjawaban pelaku kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam kasus-kasus di mana sistem peradilan yang memadai tidak tersedia.
AS belum bergabung dengan ICC, yang mulai beroperasi pada tahun 2002 setelah cukup banyak negara meratifikasi perjanjian. AS takut pengadilan akan digunakan untuk penuntutan yang bermotif politik terhadap pasukan dan pejabat Amerika.
Silvia Fernandez de Gurmendi, presiden badan pengelola pengadilan negara anggota, mengatakan pencabutan sanksi di AS sangat membantu dalam mempromosikan "tatanan internasional berbasis aturan."
Gurmendi mencatat, pengadilan dan negara-negara anggota saat ini sedang mempelajari prosedur pengadilan untuk meningkatkan pekerjaannya dalam meminta pertanggungjawaban atas kejahatan terburuk yang menjadi perhatian dunia.
Amnesty International pada hari Jumat memuji Biden karena membatalkan sanksi Trump.
Mereka menyebut tindakan Trump itu sebagai "tindakan vandalisme" terhadap keadilan internasional, namun pada saat yang sama menyerukan agar Biden melangkah lebih jauh, dengan mendukung pekerjaan Mahkamah Pidana Internasional dan menjadikan AS sebagai negara anggota.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Eddward-S-Kennedy
Sumber : Kompas TV