Kisah Pasutri Sehidup Semati yang Meninggal Bersama karena Covid-19
Kompas dunia | 22 Maret 2021, 04:00 WIBFORT LAUDERDALE, KOMPAS.TV – Inilah kisah pasangan suami istri (pasutri) yang seiya sekata, sehidup semati. Mereka menikah dan hidup bersama selama 66 tahun, dan bahkan maut pun tak sanggup memisahkan mereka. Simak kisah mereka berikut ini seperti dirangkum dari Associated Press.
Bill dan Esther Ilnisky saling melengkapi satu sama lain. Bill si kutu buku yang pendiam, sementara Esther periang dan kharismatik. Kehadiran Bill tanpa Esther, atau sebaliknya, sungguh tak terbayangkan.
Keduanya menghabiskan hampir tujuh dekade hidup bersama sebagai pendeta dan misionaris Kristen, termasuk menjalankan tugas di Karibia dan Timur Tengah sebelum berkhotbah selama 40 tahun di Florida, Amerika Serikat (AS).
Saat keduanya meninggal berselisih menit satu sama lain akibat Covid-19 bulan ini di rumah sakit di Palm Beach County, Sarah Milewski, putri mereka satu-satunya, menganggapnya sebagai berkah tersembunyi, kendati sangat merasa kehilangan.
Bill ayahnya meninggal di usia 88 tahun, sementara Esther ibunya meninggal di usia 92 tahun. Ulang tahun pernikahan keduanya yang ke-67 tahun, seharusnya dirayakan pekan ini.
“Sungguh sangat indah luar biasa, ini menghangatkan hati saya bahwa mereka pergi bersama,” ucap Milewski sambil berbisik lirih, “Saya kehilangan mereka.”
Hidup Penuh Petualangan
Bill Ilnisky besar di Detroit, dan pada usia 16 tahun memutuskan mengabdikan hidupnya pada Tuhan. Ia mendaftar di Central Bible College, sebuah sekolah Gereja Sidang-sidang Jemaat Allah di Springfield, Missouri.
Saat berkhotbah di gereja-gereja terdekat, Bill membutuhkan seorang pemain piano. Teman-teman Bill menyarankan Esther Shabaz, sesama siswa dari Gary, Indiana. Bisa ditebak, keduanya kemudian saling jatuh cinta.
“Saat ayahku melamar, ia bilang pada ibuku, “Esther, saya tak bisa menjanjikanmu kekayaan, tapi saya bisa menjanjikanmu banyak petualangan,” kenang Milewski. “Dan ibuku, ia punya banyak, sangat banyak petualangan bersama ayahku.”
Setelah lulus dan menikah, Bill Ilnisky membuka sejumlah gereja di Midwest. Pada akhir tahun 1950-an, Bill dan Esther membawa jemaat mereka ke Jamaika untuk sebuah misi. Mereka jatuh cinta pada pulau itu, dan tinggal di sana selama satu dekade.
Saat itulah mereka mengadopsi Sarah Milewski, yang saat itu berusia 2 tahun, dari sebuah panti asuhan di Miami. Pada tahun 1969, keluarga Ilnisky pindah dari Jamaika ke Lebanon, tempat Bill melayani para mahasiswa dan mengajar mereka. Esther, sang istri, membuka sebuah pusat komunitas Injil dan membentuk sebuah band rock Kristen.
“Saat itu, Lebanon sungguh negeri yang luar biasa – sungguh menawan,” kenang Milewski.
Berkat Doa
Tapi pada tahun 1975, perang sipil pecah antara kelompok Kristen dan Muslim. Dan Beirut, ibukota negeri menawan itu, menjelma menjadi kancah pertempuran. Dua kali, bom meledak di luar apartemen mereka. Bom pertama membuat Milewski terjatuh dari tempat tidur, dan bom kali kedua membuat ayahnya terjerembab ke lantai.
“Ibu pikir ayah sudah meninggal,” kisah Milewski. “Ibuku dan aku lalu bersembunyi di kamar mandi, kami menangis dan berdoa sepanjang malam.”
Keesokan paginya, lubang-lubang peluru menghiasi tembok setiap lantai apartemen yang mereka huni, kecuali lantai tempat mereka tinggal.
Penulis : Vyara Lestari Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV