> >

Erdogan Tarik Turki dari Perjanjian Kerja Sama Perangi Kekerasan pada Wanita

Kompas dunia | 20 Maret 2021, 12:17 WIB
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (Sumber: AP Photo)

ANKARA, KOMPAS.TV - Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan memutuskan menarik negaranya dari perjanjian kerja sama perangi kekerasan pada perempuan.

Hal ini mengejutkan karena perjanjian kerja sama tersebut dianggap bisa menurunkan tingginya kekerasan rumah tangga. Sedangkan laporan kekerasan pada perempuan di Turki mengalami peningkatan pesat pada tahun lalu.

Dikutip dari VOA, keputusan Erdogan tersebut diungkapkan oleh media pemerintah, Sabtu (20/3/2021).

Baca Juga: Israel Ingin Bangun Taman Raja, 1.550 Lebih Warga Palestina akan Kehilangan Rumahnya

Perjanjian kerja sama memerangi kekerasan pada perempuan merupakan Kesepakatan Dewan Eropa yang berjanji mencegah, menuntut dan menghapuskan kekerasan dalam rumah tangga dan mempromosikan kesetaraan.

Turki ikut menandatangi perjanjian tersebut pada 2011. 

Hingga saat ini belum ada alasan resmi apa yang menyebabkan Erdogan menarik Turki dari perjanjian tersebut.

Baca Juga: Pengawal Erdogan Bunuh Diri dan Tinggalkan Pesan Terakhir: Ia Kecewa dengan Perlakuan Sang Presiden

Namun, menurut pejabat dari partai berkuasa, Partai AK yang juga adalah partai Erdogan, mengungkapkan pemerintah sudah mempertimbangkan untuk mundur sejak tahun lalu.

Hal itu karena negara itu tak sepakat mengenai cara mengekang kekerasan terhadap perempuan yang terus meningkat. 

“Jaminan hak-hak perempuan merupakan bagian dari peraturan di Anggaran Rumah Tangga kami, terutama di Konstitusi,” ujar Menteri Sosial, Keluarga dan Buruh Turki, Zehra Zumrut di Twitter.

Baca Juga: Polisi Turki Tahan 13 Orang Karena Dianggap Menghina Erdogan Saat Berunjuk Rasa di Hari Perempuan

“Sistem peradilan kami dinamis dan cukup kuat untuk menerapkan peraturan baru sesuai kebutuhan,” tambahnya, tanpa menjelaskan alasan penarikan tersebut.

Kaum konservatif di Turki menganggap perjanjian kerja sama itu merusak struktur keluarga dan mendorong kekerasan.

Mereka menolak prinsip kesetaraan gender dalam Konvensi Istanbul dan melihatnya sebagai usaha mempromosikan homoseksualitas, mengingat prinsip non-diskriminasi atas dasar orientasi seksual.

Baca Juga: Anak Junta Militer Myanmar Jadi Buruan Demonstran di Luar Negeri

Sikap Turki yang menarik diri dari perjanjian ini terbilang mengejutkan. Erdogan sempat mengutuk kekerasan terhadap wanita, termasuk mengatakan bahwa pemerintah akan berusaha sekeras mungkin memberantas kekerasan terhadap wanita.

Sementara pemerintahannya dikritik tak cukup berusaha menghadapi kekerasan terhadap wanita dan kekerasan rumah tangga.

Berdasarkan data WHO, menunjukkan 38 persen wanita di Turki menjadi sasaran kekerasan pasangannya. Sedangkan di seluruh Eropa jumlahnya adalah 25 persen.

Penulis : Haryo Jati Editor : Purwanto

Sumber : Kompas TV


TERBARU