Ayatollah Agung Ali Al-Sistani, Sosok Panutan Syiah Di Balik Irak Kini
Kompas dunia | 6 Maret 2021, 21:52 WIBNAJAF, KOMPAS.TV – Dalam kunjungan bersejarahnya ke Irak, Paus Fransiskus bertemu dengan Ayatollah Agung Ali al-Sistani. Keduanya bertemu di kediaman sederhana sang ulama muslim Syiah yang dihormati itu di Najaf, Irak pada Sabtu (6/3).
Siapakah Ayatollah Agung Ali al-Sistani?
Berikut sosok sang ulama panutan muslim Syiah Irak dan dunia seperti dirangkum dari Associated Press:
Ayatollah Ali al-Sistani yang berusia 90 tahun merupakan ulama Syiah di Irak dan motor penggerak di dunia Syiah. Jutaan kaum Syiah di seluruh dunia menganggapnya sebagai pembimbing spiritual, berpaling padanya atas segala pertanyaan, mulai dari pertanyaan sederhana sehari-hari hingga tentang masalah teologi yang kompleks.
Baca Juga: Paus Fransiskus Bertamu ke Rumah Sederhana Grand Ayatollah Ali al-Sistani, Ulama Top Syiah di Irak
Al-Sistani memiliki pengaruh – yang berasal dari kewenangannya di bidang moral dan spiritual – yang jauh melampaui bidang agama.
Setelah Saddam Hussein diusir pada 2003, al-Sistani muncul sebagai suara berpengaruh dalam proses politik Irak sebagai simbol naiknya mayoritas Syiah Irak seusai perang.
Namun, statusnya sebagai sosok penting berbanding terbalik dengan sikapnya yang tertutup. Sang ulama jarang tampil di depan publik dan memilih menyampaikan pesan melalui sejumlah perwakilannya. Rumahnya di kota Najaf yang terletak dekat kuil berkubah emas Imam Ali pun terbilang sangat sederhana.
Baca Juga: Pemimpin Syiah Irak Usai Bertemu Paus Fransiskus di Najaf: Otoritas Agama Penting Lindungi Minoritas
Pada saat-saat kritis selama kericuhan Irak, sang ulama melakukan intervensi dengan penuh perhitungan. Posisinya memaksa pemerintahan Irak pasca Saddam Hussein yang dijalankan oleh Amerika Serikat (AS) merevisi rencana-rencana transisi mereka secara signifikan.
Pada 2004, perkelahian antara milisi Syiah, tentara Irak dan AS baru bisa berakhir setelah sang ulama pulang dari London, Inggris usai menjalani perawatan penyakit jantung yang dideritanya. .Selama masa pertikaian dan kekerasan antar golongan di Irak, al-Sistani kerap menyerukan agar mengutamakan persatuan dan dialog damai.
Al-Sistani termasuk dalam aliran pemikiran yang tidak mengikuti pemerintahan gaya Iran yang didominasi oleh para ulama. Oleh banyak pihak, sosoknya dianggap sebagai penyeimbang pengaruh Teheran di Irak.
Baca Juga: Paus Fransiskus Serukan Toleransi dan Persaudaraan Antara Umat Kristen dan Muslim di Irak
Pada 2014, ia menyerukan agar para warga Irak yang sehat menjadi sukarelawan dan bergabung bersama tentara untuk memerangi serangan kelompok ISIS. Seruan ini diindahkan secara luas, dan membantu mengalahkan para milisi ISIS. Namun, ini juga memicu peningkatan milisi Syiah, yang banyak di antaranya bersetia pada Iran, hingga ia dituduh telah memperburuk tensi ketegangan antar golongan.
Pada 2019, seruan al-Sistani terhadap para anggota parlemen agar mempertimbangkan kembali dukungan mereka pada pemerintah Irak, berujung pada pengunduran diri perdana menteri Irak pada saat itu – Adel Abdul-Mahdi – di tengah tekanan protes anti-pemerintahan Irak.
Al-Sistani lahir di Mashhad, Iran pada 1930. Ia mulai belajar membaca Al-Qur’an sejak usia 5 tahun. Ia mulai mempelajari studi agama formal di kota Qom di Iran, dan melanjutkan langkah ini saat ia pindah ke Najaf di Irak.
Tahun 2020 lalu, saat Al-Sistani menjalani operasi untuk patah tulang, para simpatisan dari berbagai kalangan datang menjenguknya, termasuk para pejabat dari Iran dan AS, rival sengitnya di Irak.
Penulis : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV