Kudeta Myanmar: Pemimpin Kudeta 1 Februari Jenderal Min Aung Hlaing Akhirnya Buka Suara
Kompas dunia | 3 Februari 2021, 07:10 WIBYANGON, KOMPAS.TV – Komandan tertinggi militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing akhirnya buka suara dan memberikan pernyataan pertama hari Selasa, (02/02/2021) setelah menggulingkan Aung San Suu Kyi dan jajarannya dari pemerintahan Myanmar, demikian dilansir Channel News Asia (03/02/2021).
Pernyataan itu muncul bersamaan dengan keputusan Amerika Serikat bahwa yang terjadi di Myanmar sejatinya adalah sebuah kudeta atau penggulingan pemerintahan.
Sejak Senin, (01/02/2021), kekuasaan berpindah kepada militer dan Jenderal Min Aung Hlaing diberikan kekuasaan legislatif, yudikatif, dan eksekutif.
Pada pernyataan publik pertamanya sejak kudeta, Jenderal Hlaing mengatakan pengambilalihan oleh militer itu “sejalan dengan hukum” setelah pemerintah dianggap gagal menindaklanjuti berbagai keluhan kecurangan pemilu.
Baca Juga: Kudeta Myanmar: Dewan Keamanan PBB Segera Sidang Darurat Membahas Kudeta Militer di Myanmar
“Setelah sedemikan banyak permintaan, cara ini akhirnya tidak bisa dihindari negara ini dan itulah kenapa kami harus memilih (cara) ini,” tutur Hlaing pada rapat pertama kabinet seperti yang disiarkan oleh akun Youtube resmi militer Myanmar.
Militer selama ini menuduh banyaknya kecurangan dalam pemilu tiga bulan lalu, yang dimenangkan NLD secara telak.
Kubu militer menyatakan akan memegang kekuasaan di bawah keadaan darurat selama 12 bulan, dan akan mengadakan pemilihan baru, seperti berulang kali dinyatakan Jenderal Hlaing selama pertemuan kabinet pertama pasca kudeta.
Baca Juga: Kudeta Myanmar: Pertarungan Politik Apa Yang Terjadi dan Bagaimana Nasib Aung San Suu Kyi? Yuk Simak
“Sampai pemerintahan baru terbentuk setelah pemilu (baru), kami akan terus berusaha mengurus negara,” kata Hlaing.
Di Washington DC, kementerian luar negeri AS menyimpulkan bahwa “Aung San Suu Kyi, pemimpin partai berkuasa di Myanmar dan Win Myint, presiden terpilih, dijatuhkan melalui kudeta militer,”
Kesimpulan itu artinya pemerintah Amerika Serikat tidak bisa memberi bantuan kepada pemerintah Myanmar, walau dampak hal itu hanya akan simbolis belaka karena seluruh bantuan AS selama ini disalurkan melalui lembaga non-pemerintah.
Militer Myanmar sendiri saat ini berada di bawah sanksi AS atas tindakan mereka terhadap kelompok minoritas Rohingya yang dianggap brutal
Baca Juga: Kudeta Myanmar: Kuasai Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, Militer Umumkan Pemilu Tahun Depan
Sebuah pernyataan muncul di akun resmi Liga Nasional Untuk Demokrasi, yang merupakan partai Aung San Suu Kyi, mendesak pembebasan Suu Kyi, presiden Win Myint, dan seluruh anggota partai yang ditahan.
Selain itu, NLD mendesak militer “mengakui hasil terkonfirmasi dari pemilihan umum tahun 2020 lalu,”
Sore hari kemarin, tetangga dilaporkan melihat Aung San Suu Kyi berjalan-jalan di halaman rumah kediaman resmi di Naypyidaw.
“Terkadang dia (Suu Kyi) berjalan-jalan di halaman rumah, untuk memberitahu dia baik-baik saja,” tutur staf media NLD kepada AFP.
Penulis : Edwin-Shri-Bimo
Sumber : Kompas TV