Brazil: Vaksin Covid-19 Sinovac 78% Efektif, Saat Ini Tunggu Izin Penggunaan Darurat
Kompas dunia | 8 Januari 2021, 00:58 WIBIndonesia menjadi salah satu negara pemesan vaksin Sinovac. Hingga hari ini sudah tiga juta dosis vaksin Sinovac tiba di Indonesia dan sebagian sudah didistribusikan ke sejumlah daerah.
Saat ini Kementerian Kesehatan masih menunggu hasil kajian dan izin penggunaan darurat (Emergency Use Authorization) dari BPOM RI untuk melaksanakan vaksinasi massal kepada prioritas pertama penerima vaksin tersebut. BPOM RI dilaporkan masih menunggu data interim atau data sementara uji klinis fase III dari tim riset Sinovac di Bandung.
Meski demikian, Presiden Jokowi memastikan akan menjadi orang pertama yang disuntik vaksin Covid-19 buatan Sinovac yang diperkirakan akan dilakukan pada 13 Januari 2021 bersama sejumlah pejabat publik lainnya.
Baca Juga: Indonesia Minta Dari Brazil Data Uji Klinis Tahap III Vaksin Sinovac Untuk Ambil Keputusan
Pada saat yang sama, Sinovac harus mendaftarkan vaksin CoronaVac kepada Badan Pengatur Obat dan Makanan China, dimana pendaftaran tersebut diperkirakan akan memakan waktu tiga hari.
Seperti laporan BBC Brazil, kelebihan dan kekurangan vaksin CoronaVac buatan Sinovac adalah, Sinovac menggunakan teknologi virus tidak aktif, atau inactive virus, metode pembuatan vaksin yang sudah digunakan sejak puluhan tahun ini, dan digunakan untuk vaksin flu, hepatitis A, dan poliomyelitis.
Metode tersebut membuat vaksin ini mudah diukur dan dikaji tingkat keamanannya bagi manusia.
Disebut metode vaksin tidak aktif atau inactivated virus karena vaksin berisi virus yang sudah tidak bisa menggandakan diri, sehingga tidak akan mampu membuat orang yang divaksinasi menjadi sakit.
Baca Juga: BPOM Klaim Keamanan Vaksin Sinovac - LAPORAN KHUSUS
Vaksin kemudian membangun reaksi kekebalan tubuh, dimana tubuh kita mencatat dan mengingat bagaimana sistem kekebalan tubuh bisa menghabisi virus aktif aslinya bila masuk ke tubuh manusia.
Vaksin CoronaVac akan diterapkan dalam dua kali suntikan yang masing-masing berjarak 21 hari.
Namun vaksin dengan metode ini mahal diproduksi karena harus mengembangkan virus Covid-19 dalam jumlah banyak di laboratorium untuk kemudian melumpuhkannya dalam proses inaktivasi.
Vaksin ini tidak memerlukan suhu pendingin super untuk distribusi dan penyimpanan sehingga menjadi incaran negara berkembang yang belum memiliki infrastruktur yang cukup bagi vaksin yang membutuhkan suhu ultra dingin sepanjang waktu, baik pada saat distribusi maupun penyimpanan.
Penulis : Edwin-Shri-Bimo
Sumber : Kompas TV