Hasil Referendum Selandia Baru: Ya Pada Euthanasia, Tidak Pada Ganja
Kompas dunia | 30 Oktober 2020, 12:09 WIBWELLINGTON, KOMPAS.TV – Selandia Baru mengumumkan hasil referendum yang meminta rakyat untuk memilih untuk setuju atau tidak, pada legalisasi euthanasia dan ganja, Jumat (30/10/2020).
Hingga berita ini diturunkan, sekitar 83 persen suara telah dihitung. Namun dari hasil itu, sudah terlihat hasil pilihan mayoritas rakyat.
Dari 83 persen suara, sebanyak 65 persen warga Selandia Baru dengan tegas mendukung tindakan eutanasia dan sebanyak 34 persen memilih menentang euthanasia.
Sedangkan untuk referendum ganja, perolehan suara berlangsung lebih ketat. Sebanyak 53 persen suara menentang legalisasi ganja dan 46 persen suara mendukungnya.
Hasil ini menunjukkan, sangat kecil peluang bagi legalisasi ganja untuk bisa menang dalam referendum.
Kedua referendum berpotensi membawa perubahan signifikan pada tatanan sosial di Selandia Baru.
Dengan menangnya legalisasi euthanasia, seseorang akan berhak untuk mengakhiri hidupnya dengan bantuan orang lain.
Baca Juga: Partai Buruh Unggul Telak, Jacinda Ardern Hampir Pasti Terpilih Kembali Sebagai PM Selandia Baru
Euthanasia berlaku bagi orang dewasa yang menderita penyakit mematikan dan diprediksi akan meninggal dalam waktu enam bulan ke depan.
Jika orang tersebut menderita sakit yang demikian besar dan sudah tak tertahankan, dia bisa meminta untuk dilakukan prosedur euthanasia.
Beberapa negara lain yang juga telah melegalkan euthanasia adalah Belanda, Luksemburg, Kanada, Belgia, dan Kolombia.
Bagi Selandia Baru, aturan euthanasia diperkirakan akan berlaku pada November 2021
"Ini adalah kemenangan bagi seluruh Selandia Baru, karena kami menjadi masyarakat yang lebih penuh welas asih dan manusiawi," kata anggota parlemen David Seymour, dari Partai ACT, seperti dilansir dari the Associated Press.
Baca Juga: Lima Fakta Menarik Tentang Pemilu di Selandia Baru yang Baru Berakhir
"Warga Selandia Baru yang memiliki penderitaan yang menyiksa, akan memiliki pilihan yang bermartabat. Mereka memiliki kendali dan otonomi atas tubuh mereka sendiri, dan itu dilindungi oleh hukum," tambahnya.
Namun di sisi yang berseberangan, Dr. John Kleinsman, seorang ahli etika untuk para Uskup Katolik Selandia Baru, mengatakan legalisasi euthanasia akan menempatkan orang-orang yang rentan pada pilihan yang berbahaya.
Dia mengatakan, pilihan eutanasia akan menjadi beban dan tekanan bagi orang yang sakit dan keluarga mereka. Hal ini juga menjadi tekanan bagi petugas kesehatan dan pekerja agama.
Sedangkan bagi referendum ganja, kekecewaan menghampiri para pendukungnya.
Referendum euthanasia dan ganja, dilakukan berbarengan dengan pemilihan umum yang dilaksanakan pada 17 Oktober lalu.
Partai Buruh yang beraliran liberal, tempat Perdana Menteri Jacinda Ardern bernaung, telah menang besar dalam pemilu.
Banyak yang percaya, dukungan Jacinda pada legalisasi ganja akan meningkatkan suara pada legalisasi ganja secara signifikan.
Namun Jacinda menolak untuk menyatakan pilihannya secara terbuka pada referendum ganja.
Jacinda mengungkapkan, dia memilih untuk tidak mengungkapkan pilihannya, karena ingin menyerahkan keputusan itu kepada warga Selandia Baru.
Jacinda akhirnya baru mengungkapkan pilihannya pada hari ini, Jumat (30/10/2020), setelah hasil dari kedua referendum diketahui.
Baca Juga: Pengakuan Mengejutkan Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern, Pernah Isap Ganja
Melalui juru bicara, Jacinda menyatakan memilih untuk mendukung kedua referendum, baik euthanasia maupun ganja.
Anggota parlemen dari Partai Nasional yang beraliran konservatif, Nick Smith, menyambut baik hasil awal referendum ganja.
“Ini adalah kemenangan akal sehat. Penelitian menunjukkan ganja menyebabkan masalah kesehatan mental, mengurangi motivasi dan pencapaian dalam pendidikan. Ganja juga meningkatkan kematian di jalan dan tempat kerja, " katanya.
Para pendukung legalisasi ganja berpendapat, keputusan referendum ini akan mengurangi pendapatan dan kesejahteraan bagi suku asli Selandia Baru, yaitu suku Maori.
Seandainya saja legalisasi ganja disetujui oleh mayoritas warga Selandia Baru, ada aturan cukup ketat untuk mengaturnya.
Warga yang diizinkan untuk menggunakan ganja harus berusia 20 tahun atau lebih. Selain itu, mereka hanya boleh membeli ganja sebanyak maksimal 14 gram per hari dan hanya diizinkan menanam dua pohon ganja.
Namun dari hasil penghitungan suara hingga saat ini, sepertinya sangat kecil kemungkinan legalisasi ganja akan menang dalam referendum.
Perdana Menteri Jacinda Ardern pun telah berjanji untuk menghormati apapun hasil dari kedua referendum ini.
Penulis : Tussie-Ayu
Sumber : Kompas TV