Ekonom Usul Pemerintah Terapkan Pajak Orang Kaya untuk Biaya MBG, Bukan Naikkan PPN
Ekonomi dan bisnis | 19 November 2024, 17:53 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira meminta pemerintah mencari sumber dana alternatif untuk membiayai program makan bergizi gratis (MBG). Salah satunya dengan menerapkan pajak untuk orang kaya, bukan malah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
“Jangan naikan tarif PPN jadi 12 persen untuk biayai program prioritas. Banyak cara yang bisa dilakukan, salah satunya pajak kekayaan (wealth tax) yang bisa berkontribusi Rp81,6 triliun dalam sekali penerapan. Kemudian cegah kebocoran pajak yang ada di sektor komoditas ekstraktif (underinvoicing dan miss-reporting). Kami berharap pemerintah jangan korbankan masyarakat kelas menengah yang hidupnya sudah terhimpit untuk biayai MBG," kata Bhima dalam siaran pers yang diterima Kompas.tv di Jakarta, Selasa (19/11/2024).
Baca Juga: Presiden Prabowo Ingin Belajar dari Kesuksesan Brasil Gelar Makan Bergizi Gratis
Ia menjelaskan, studi CELIOS memperkirakan bahwa jika program MBG ini terus berjalan hingga mencapai target 100 persen pada tahun 2029, defisit APBN diperkirakan akan mencapai 3,34 persen dari PDB di tahun tersebut. Jumlah itu melebihi ambang batas aman yang diatur undang-undang dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5 persen.
"Bahkan ketika mengunakan asumsi pertumbuhan ekonomi yang optimis sebesar 7 persen, defisit anggaran tetap diprediksi akan melampaui ketentuan konstitusi yaitu sebesar 3,1 persen," ujarnya.
Peneliti Ekonomi CELIOS Dyah Ayu menambahkan, program Makan Bergizi Gratis menghadirkan tantangan besar dari sisi kebutuhan pembiayaan. Khususnya yang berasal dari pajak dan utang.
Baca Juga: Sri Mulyani Curhat di DPR: Jadi Menteri Keuangan Tak Bisa Buat Semua Pihak Senang
Ia menuturkan, rasio pajak sulit naik dengan situasi ekonomi yang penuh tantangan eksternal maupun pelemahan konsumsi kelas menengah.
Proyeksi penurunan rasio pajak Indonesia pada APBN 2025 yang hanya ditargetkan 10,09 persen masih jauh dibanding target ambisius 23 persen di 2029. Jika tidak diimbangi dengan strategi peningkatan pendapatan negara yang efektif, ambisi untuk mendanai program MBG bisa menjadi beban tambahan yang memperlebar defisit anggaran.
"Pilihannya hanya naikkan rasio pajak atau tambah utang untuk danai MBG," ucap Dyah Ayu.
Sementara itu, Direktur Ekonomi CELIOS Nailul Huda mengungkapkan, hasil modelling program MBG jika menggunakan dana pendidikan hanya akan memberikan dampak positif terhadap PDB nasional sebesar 0,06 persen atau Rp7,21 triliun.
Baca Juga: Wakil Ketua DPR Ingatkan Kenaikan PPN di 2022 Sebabkan Inflasi Tinggi, Upah Pekerja juga Stagnan
Di sisi lain, berdampak negatif pada sektor pendidikan dengan nilai kehilangan ekonomi mencapai Rp27,03 triliun.
"Jika program MBG menggunakan mandatory spending pendidikan dikhawatirkan kualitas pendidikan nasional akan terganggu karena anggaran berkurang. Selain itu, dampak negatif lainnya juga akan dirasakan oleh tenaga kerja berupa pengurangan kompensasi sebesar Rp27,03 triliun dan tidak terlepas dari berkurangnya penghasilan tenaga kerja di bidang pendidikan pemerintah sebesar Rp41,55 triliun," kata Nailul Huda.
"Sedangkan, redistribusi dana ini berpotensi mengurangi kesempatan kerja hingga 723.00 posisi pada sektor pendidikan, termasuk guru dan dosen," kata dia.
Menurutnya, dibutuhkan rasionalisasi program makan bergizi gratis untuk diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan saja melalui skema program keluarga harapan (PKH). Bantuan bisa diberikan melalui uang tunai ataupun bantuan makanan bergizi bagi murid tertentu.
Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti
Sumber :