> >

Wakil Ketua DPR Ingatkan Kenaikan PPN di 2022 Sebabkan Inflasi Tinggi, Upah Pekerja juga Stagnan

Ekonomi dan bisnis | 19 November 2024, 16:55 WIB
Ilustrasi. Kenaikan PPN menjadi 12 persen di 2025 merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sendiri merupakan pajak yang dikenakan atas setiap transaksi jual beli Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). (Sumber: KOMPAS.COM/SHUTTERSTOCK/APRILIYANDI TAMI)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal menyoroti soal rencana pemerintah menaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025.

Cucun mengingatkan, kenaikan PPN yang berdampak positif terhadap penerimaan negara harus dibayar dengan inflasi yang tinggi di tahun 2022.

Pada tahun tersebut, inflasi mencapai 5,51 persen. Meski kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen bukan satu-satunya faktor penyumbang angka inflasi itu.

Kebijakan tersebut menjadi salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap kenaikan inflasi.

Baca Juga: Pengamat Sebut Prabowo Harus Berani Tolak Kenaikan PPN 12 Persen

Ia menjelaskan, peningkatan tarif meningkatkan biaya produksi bagi produsen, yang kemudian dapat direspons dengan menaikkan harga jual produk mereka.

“Kenaikan harga produk dan jasa akan langsung memengaruhi indeks harga konsumen, salah satu indikator inflasi. Tapi masalahnya, kenaikan inflasi tak diikuti dengan kenaikan upah yang signifikan,” kata Cucun dalam keterangn tertulisnya di Jakarta, dikutip dari laman resmi DPR RI, Selasa (19/11/2024).

Kenaikan harga dan jasa, lanjutnya, dapat memengaruhi kesejahteraan masyarakat dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan, terutama yang berkaitan dengan daya beli masyarakat.

Baca Juga: Apa Itu Frugal Living, Seruan untuk Memprotes Kenaikan PPN 12 Persen? Ini Dampaknya

Ia juga menambahkan, potensi restitusi PPN akan meningkat seiring dengan kenaikan tarif PPN, yang pada gilirannya akan membutuhkan biaya administrasi lebih besar bagi pemerintah. 

Penulis : Dina Karina Editor : Deni-Muliya

Sumber :


TERBARU