> >

Derita Masyarakat Adat di Tengah Eksploitasi Sawit dan Timah

Energi | 13 Agustus 2024, 21:12 WIB
Kelapa sawit yang merupakan bahan baku CPO. (Sumber: Antara )

Penulis: Wella Andany

JAKARTA, KOMPAS.TV - Di balik geliat pertambangan dan perkebunan di Pulau Bangka, tersimpan kisah pilu masyarakat adat yang kian tersisihkan. 

Masyarakat Mapur di Dusun Pejem, Desa Bukit Pelawan, Kecamatan Belinyu menjadi korban dampak eksplorasi bisnis yang mengeksploitasi sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.

Ketua Adat Suku Mapur Desa Pejem Sukarman atau Atuk Sukar mengungkap sejatinya hutan dan masyarakat Mapur bak perahu dan jangkarnya yang tak terpisahkan. 

Namun, kini hutan adat identitas mereka dilucuti. Lahan hutan seluas 14 hektare dikuasai perusahaan perkebunan sawit dan pertambangan timah. Bahkan, untuk memasuki hutan adat Atuk Sukar harus meminta izin terlebih dahulu.

“Karena adat ini dari nenek moyang kita, jadi pesan nenek moyang kita harus dijaga harta nenek moyang kita itu. Kalau itu dihabisi, jadi kita berpegang ke mana lagi?” tutur Atuk Sukar.

Baca Juga: Saat Prabowo Tidak Sabar Berkantor di IKN: Pak Jokowi Susah-Susah, yang Menikmati Pertama Saya

Dengar getir Atuk Sukar mengakui masyarakat adat terusir dari tanah sendiri. Kata dia, karena tak berpendidikan tinggi dengan ekonomi pas-pasan banyak masyarakat Mapur melepas tanahnya dan bekerja kepada korporasi.

Tak dipungkiri, sebagian masyarakat Mapur juga menikmati hasil plasma sawit, namun keuntungan tak seberapa, ekonomi mereka pun tak jauh lebih baik.

“Jadi dijual (tanahnya), akhirnya kerja di sini juga. Itu kan sudah milik orang lain, jadi para pekerja itu kan bekerja kepada orang yang punya lahan, yang memerintahkan kita bekerja. Ya jelas lah, ya bisa dibilang terusir dari tempat kita sendiri kan. Karena keadaan makin tipis makin tipis kan jadi mau ke mana lagi kita?” ujarnya.

Di usia jelang 70 tahun, Atuk Sukar punya mimpi negara hadir mengembalikan hutan adat yang tersisa untuk dikelola masyarakat Mapur. 

Baca Juga: Kumpulkan Kepala Daerah di IKN, Jokowi Minta Urusan Anggaran Pilkada 2024 Segera Diselesaikan

Isu keberlanjutan pun disuarakan oleh kalangan usaha. Kamar Dagang dan Industri Indonesia atau Kadin menyatakan penerapan usaha berkelanjutan yang memperhatikan lingkungan dan hak masyarakat adat bukan lagi pilihan, melainkan keharusan yang tak bisa lagi diabaikan. 

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang lingkungan Hidup dan Kehutanan, Silverius Oscar Unggul mengatakan dunia telah berkomitmen memenuhi tiga pilar bisnis berkelanjutan yakni lingkungan, sosial, dan tata kelola. Maka praktik bisnis yang benar menjadi keharusan jika tidak ingin ditinggal investor dan pasar modal dunia.

“Bagi Kadin, karena kami semua memandang bahwa sustainability ini bukan lagi pilihan, tapi sudah keharusan. Kalau dunia usaha tidak itu (menerapkan prinsip lestari), maka kita akan ketinggalan di belakang,” tuturnya. 

Lihat liputan lengkapnya di sini atau tonton di bawah ini:

 

Penulis : Redaksi-Kompas-TV

Sumber : Kompas TV


TERBARU