> >

Cerita Bahlil soal Awal Konflik Rempang: Petugas Pasang Patok Lahan, Dikira Mau Relokasi Warga

Ekonomi dan bisnis | 2 Oktober 2023, 18:30 WIB
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan, konflik antara aparat dengan warga di Rempang awalnya terjadi karena miskomunikasi. (Sumber: Instagram @bahlillahadalia)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan, konflik antara aparat dengan warga di Rempang awalnya terjadi karena miskomunikasi. 

Hal tersebut ia sampaikan saat rapat bersama Komisi VI DPR RI Jakarta, Senin (2/10/2023). Menurut Bahlil, kejadian itu bermula saat ada tim yang ingin memasang patok lahan untuk pembangunan proyek Rempang Eco City.

"Kami akui bahwa memang dalam proses komunikasi awal, terjadi miskomunikasi," kata Bahlil seperti dikutip dari Antara

Ia mengungkapkan, saat tim akan masuk ke areal, ada informasi liar yang beredar bahwa akan ada relokasi. Kabar tersebut tentu saja membuat warga resah. 

Baca Juga: Menko Perekonomian Airlangga Hartarto Jamin Pergeseran Warga Rempang Aman Berkelanjutan

"Kemudian, saudara-saudara saya di sana tidak salah juga. Karena informasinya mungkin merisaukan mereka, kemudian mereka memalang jalan dengan pohon yang ditumbangkan," ujar Bahlil. 

Adapun jalur yang ditutup warga adalah jalan utama di wilayah itu, yang digunakan oleh banyak masyarakat, bukan hanya warga Rempang. 

Lantaran jalan tidak juga dibuka meski sudah beberapa hari, aparat keamanan pun berupaya membuka blokade, tetapi berujung bentrok dengan warga. 

"Jadi ini mis-nya sebenarnya di situ. Awal mulanya di situ. Ditambah lagi dengan informasi-informasi yang keluar, yang belum tentu benar. Lahirlah itu gas air mata," ucapnya. 

Selanjutnya, dalam beberapa kunjungan ke rumah warga Rempang, Bahlil mengatakan pihaknya mencoba mengklarifikasi informasi yang sebenarnya dan juga menyerap aspirasi warga.

Baca Juga: Sebut Tak Ingin Diadu Domba, Bahlil: Proyek Rempang Enggak Mungkin Batal | ROSI

"Apa permintaan mereka? Yang pertama, mereka tidak menolak investasi. Mereka sampai mengatakan, 'Kiamat lima kali pun, Rempang ini nggak jalan kalau tidak ada investasi. Tapi juga hargai kami masyarakat Melayu, kampung ini, karena kami sudah turun temurun (di sini)'," tutur Bahlil. 

Ia melanjutkan, warga bersedia pindah, tetapi bukan ke Pulau Galang. Melainkan tetap berada di area Pulau Rempang. Mereka pun menuntut hak mereka terkait relokasi, termasuk mata pencaharian sebagai nelayan.

Di sisi lain, masyarakat setempat juga ingin terlibat langsung di dalam investasi, termasuk misalnya menjadi kontraktor atau pemasoknya.

"Mereka juga ingin kuburan-kuburan, kampung-kampung tua itu jangan diapa-apain. Itulah aspirasi mereka," sambungnya. 

Baca Juga: Pengosongan Pulau Rempang Batal hingga Ganti Rugi, Bahlil: Mau Apa Jaminannya? | ROSI

Akhirnya, pemerintah pun memenuhi aspirasi masyarakat agar tidak direlokasi ke Pulau Galang, melainkan ke Kampung Tanjung Banon, yang terletak di laut yang sama dan berjarak tidak sampai 1 kilometer (km).

"Jadi masih di pantai yang sama, kalau lewat darat sekitar 3 km," sebutnya. 

Kepada para anggota dewan, Bahlil mengatakan investasi di Rempang senilai 11,6 miliar dolar AS (setara Rp174 triliun) merupakan proyek pembangunan ekosistem industri yang besar.

Nantinya, di kawasan tersebut bukan hanya ada perusahaan kaca asal China yakni Xinyi Group, namun juga beberapa perusahaan lainnya.

Setidaknya ada 10 proyek yang akan digarap sebagaimana disepakati dalam penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Kementerian Investasi/BKPM dengan Xinyi International Investments Limited pada 28 Juli 2023 lalu.

Baca Juga: Kereta Suite Class Kompartemen Meluncur Pekan Ini, Berikut Potret Kemewahan Desain dan Fasilitasnya

Yaitu pembangunan kawasan industri terintegrasi; pabrik pemrosesan pasir silika; industri soda abu; industri kaca panel surya; industri kaca float; industri silikon industrial grade; industri polisilikon; industri pemrosesan kristal; industri sel dan modul surya serta industri pendukung.

Proyek-proyek tersebut ditargetkan bisa mulai masuk tahapan konstruksi pada November 2023. Adapun dari total 17.600 ribu hektare Pulau Rempang, hanya sekitar 8.142 hektare saja yang bisa dikembangkan karena sisanya merupakan kawasan hutan lindung.

Luasan itu terdiri dari 570 hektare areal dengan status APL (Areal Penggunaan Lain) dan seluas 7.572 hektare berstatus HPK (Hutan Produksi Konvensi).

"Dari total 7 ribu hektare lebih, yang kita pakai tahap pertama itu 2.300 hektare. Jadi kita tidak pakai yang 8 ribu hektare ini. Tidak," kata Bahlil. 

Ia memaparkan, bahwa areal berstatus HPK tengah dalam proses final penurunan status menjadi APL dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar bisa digunakan untuk jadi area industri. 

Baca Juga: Kereta Cepat Resmi Beroperasi, Ini Rute dan Jam Operasional TransJakarta Cawang-Stasiun Halim KCJB

Setelah rampung, barulah kemudian Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) bisa mengeluarkan sertifikat lahannya.

"Jadi tidak semua 17 ribu (lahan digunakan). Saya kadang bingung, kita katakan informasi liar itu lebih sahih dari informasi yang benar," ujar Bahlil. 

"Ini penting saya luruskan, karena ada yang bilang ini Menteri Investasi bodoh atau bohong. Saya mau kasih tahu, sejak saya jadi Menteri Investasi, mana pernah saya bohongi publik atau bohong terhadap investasi yang saya sampaikan kemudian tidak terealisasi. Saya sekolah di kampung, tapi nggak bodoh-bodoh banget, lah," tandasnya. 

 

Penulis : Dina Karina Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Antara


TERBARU