ASPEK Indonesia Minta Upah 2024 Naik 15 Persen, Dihitung Pakai Metode Inflasi Plus KHL
Ekonomi dan bisnis | 13 September 2023, 13:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) menuntut kenaikan upah minimum tahun 2024 sebesar 15 persen. Presiden ASPEK Indonesia Mirah Sumirat menyatakan, perhitungan itu didapat dari inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi dan juga hasil survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
“Dengan memperhitungkan Kebutuhan Hidup Layak yang harus disurvei, minimal menggunakan 64 komponen KHL, didasarkan pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak,” kata Mirah dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/9/2023).
ASPEK Indonesia juga mendesak Pemerintah untuk tidak memaksakan penetapan upah minimum tahun 2024 hanya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.
Ia menilai, setelah adanya PP yang merupakan aturan turunan UU Cipta Kerja itu, kenaikan upah minimum di Indonesia menjadi sangat kecil dan tidak manusiawi.
Baca Juga: Mengenal "Uang Kebon", Upah Kuli di Masa Kolonial
Berdasarkan PP tersebut, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2022 hanya naik rata-rata 1,09 persen.
Sedangkan untuk kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2023, Kementerian Ketenagakerjaan justru menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023, dimana kenaikan UMP dibatasi tidak boleh melebihi 10 persen.
Sehingga secara rata-rata, kenaikan UMP tahun 2023 hanya 7,50 persen.
“Selama berkuasa, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan peraturan pengupahan yang semakin rendah dan merugikan pekerja,” ujar Mirah.
Menurutnya, jika berdasarkan Undang Undang Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003, kenaikan upah minimum harus dihitung berdasarkan survei KHL, produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga: PUPR Sebut Istana - Kantor Kemenko di IKN Kelar Agustus 2024, Komisi II: Gedung DPR Belum Tersentuh
Namun pada tahun 2015, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, yang menghilangkan mekanisme survey KHL. Sehingga formula kenaikan upah minimum hanya berdasarkan akumulasi tingkat inflasi dan angka pertumbuhan ekonomi.
Kemudian pada 2021, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 itu, yang kembali mengurangi dasar perhitungan kenaikan upah minimum. Yaitu hanya berdasarkan variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi (bukan akumulasi).
“Perubahan formula perhitungan upah minimum yang terus berkurang ini, membuktikan Presiden Joko Widodo hanya berpihak pada kepentingan pengusaha dan tunduk pada intervensi kelompok pengusaha,” ucap Mirah.
ASPEK Indonesia pun meminta Pemerintah untuk menetapkan kenaikan upah minimum tahun 2024, dengan tetap menggunakan formula perhitungan kenaikan upah minimum berdasarkan Undang Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Baca Juga: Kerusuhan Pulau Rempang, BP Batam Jamin Aliran Listrik 24 Jam ke Hunian Warga Terdampak Proyek
Hal serupa sebelumnya juga sudah diutarakan oleh Presiden Partai Buruh Said Iqbal. Ia meminta kenaikan upah buruh di 2024 sebesar 15 persen. Pasalnya, pemerintah juga menaikkan gaji PNS sebesar 8 persen dan gaji pensiunan 12 persen.
Menurutnya, besaran kenaikan upah buruh itu wajar-wajar saja. Lantaran buruh telah berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
"Melihat keputusan pemerintah menaikkan upah ASN/TNI dan Polri sebesar 8 persen, serta yang pensiunan sebesar 12 persen, maka tuntutan Partai Buruh untuk menaikkan upah buruh sebesar 15 persen adalah hal yang wajar," kata Said Iqbal dalam keterangan tertulisnya, Senin (21/8/2023).
Ia mengatakan, gaji PNS naik 8 persen karena menghitung pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Metode serupa juga seharusnya diterapkan untuk menghitung kenaikan upah buruh 2024.
Baca Juga: MenPANRB Sebut Jika Pilpres 2 Putaran, akan Ada 2 Hari Libur Tambahan di 2024
Upah buruh, lanjutnya, tidak perlu dikalikan lagi dengan koefisien yang akhirnya justru membuat upah minimum menjadi rendah.
"Jika mengacu kepada Permenaker No. 18 tahun 2013, tentang indeks tertentu, adalah koefisien 0,1-0,3. Sehingga ketika dikali pertumbuhan ekonomi, buruh hanya dapat sekitar 4 persen dan ini lebih rendah. Ini tidak masuk akal," jelasnya.
Ia menegaskan, dirinya tak mempermasalahkan besaran kenaikan gaji PNS itu. Asalkan, upah buruh juga naik 15 persen.
"Tentu kami dari Partai Buruh setuju, jika upah ASN naik 8 persen dan Pensiunan 12 persen. Tapi secara bersamaan, Partai Buruh juga meminta kepada pemerintah, bahwa di tahun 2024 upah buruh naik 15 persen," tegas Said Iqbal.
Ia juga tidak setuju dengan pernyataan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), yang menyebut Indonesia adalah negara dengan gaji tertinggi. Said Iqbal tidak menemukan adanya data pendukung dari pernyataan tersebut.
Baca Juga: Jokowi Sebut Bansos Beras 10 Kg akan Diberikan selama 3 Bulan, Begini Cara Cek Penerimanya
Sebagai informasi, Said Iqbal kini juga menjabat sebagai Deputi Governing Body (GB) International Labour Organization (ILO).
"Tidak benar bahwa Indonesia adalah negara dengan gaji tertinggi, karena nyatanya kita di bawah Vietnam. Apindo selalu bilang tertinggi, tapi saya sebagai pengurus ILO, yang rutin mengeluarkan buku resmi dengan tren ketenagakerjaan di Asia-Pasifik, pada 2014 dulu, disampaikan bahwa upah rata-rata Indonesia adalah USD 174," bebernya.
"Di bawah Vietnam USD 181, Thailand USD 256, Malaysia USD 300 lebih dan Filipina USD 356," tambahnya.
Penulis : Dina Karina Editor : Iman-Firdaus
Sumber :