> >

Anggaran Kesehatan Tak Lagi Anggaran Wajib tapi Berbasis Kinerja, Ini Alasannya

Keuangan | 13 Juli 2023, 07:30 WIB
Pemerintah telah memutuskan untuk mengubah arah anggaran kesehatan dari status sebelumnya sebagai anggaran wajib (mandatory spending) menjadi anggaran yang berbasis kinerja. (Sumber: Kemenkes)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah telah memutuskan untuk mengubah arah anggaran kesehatan dari status sebelumnya sebagai anggaran wajib (mandatory spending) menjadi anggaran yang berbasis kinerja. 

Keputusan ini diambil karena disadari bahwa besaran anggaran yang wajib tidak menentukan kualitas keluaran atau hasil yang dicapai.

“Dengan tidak adanya persentase angka di dalam Undang Undang Kesehatan, bukan berarti anggaran itu tidak ada, namun tersusun dengan rapi berdasarkan dengan rencana induk kesehatan dan berbasis kinerja berdasarkan input, output dan outcome yang akan kita capai, karena tujuannya jelas meningkatkan derajat kesehatan masyarakat indonesia setinggi tingginya. Jadi semua tepat sasaran, tidak buang-buang uang” jelas Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. M. Syahril dalam pernyataan resmi yang diterima Kompas TV, Rabu (12/7/2023).

dr. Syahril memberikan contoh situasi saat ini, di mana setiap tahun 300.000 warga kita meninggal karena stroke

Lebih dari 6.000 bayi juga meninggal karena kelainan jantung bawaan yang tidak dapat dioperasi. 

Selain itu, terdapat 5 juta balita yang mengalami stunting, meskipun telah ada anggaran kesehatan yang signifikan dialokasikan.

“Artinya apa? Karena dulu pedoman belum ada, guideline belum ada, eh uangnya sudah ada. Akhirnya malah terjadi kebingungan," lanjutnya

"Perencanaan copy paste dari tahun sebelumnya ditambah inflasi sekian, akhirnya outcome-nya ya begitu begitu saja, karena belum terarah dengan baik."

"Jadi yang akan dilakukan mulai di tahun anggaran 2024, disusun terlebih dahulu rencana induk kesehatannya, bagaimana pembagian peran antara pusat dan daerah, targetnya nanti seperti apa. Jadi semua lebih terarah. Harapannya terjadi peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik," jelas dr. Syahril.

Baca Juga: Polemik Pengesahan RUU Kesehatan, Menkes: Saya Terbuka untuk Keluhan dan Masukan

Seperti yang diketahui, Undang-Undang (UU) Kesehatan yang disahkan pada hari Selasa (11/7/2023) telah menghapus anggaran wajib minimal (mandatory spending) di bidang kesehatan.

Dalam UU sebelumnya, yaitu UU Nomor 9 Tahun 2009 tentang Kesehatan, anggaran wajib minimal di bidang kesehatan ditetapkan sebesar 5 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di luar gaji. Hal ini diatur dalam pasal 171 ayat (1) dari peraturan tersebut.

Namun, dalam UU terbaru, tidak ada ketentuan mengenai besaran minimal alokasi anggaran wajib. Awalnya, besaran tersebut sempat diperbesar menjadi 10 persen dari APBN dalam pembahasan RUU.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, juga menyatakan bahwa besaran anggaran kesehatan tidak menentukan kualitas keluaran atau hasil yang dicapai. Hal ini tercermin dalam alokasi anggaran kesehatan yang berbeda-beda di berbagai negara.

Ia kemudian mengutip beberapa contoh besaran pengeluaran negara-negara dalam bidang kesehatan, yang disandingkan dengan rata-rata usia harapan hidup penduduknya. 

Di Amerika Serikat (AS), pengeluaran kesehatan mencapai USD12.000 per kapita per tahun dengan usia harapan hidup rata-rata mencapai 80 tahun. Namun, di negara seperti Kuba dan negara lainnya, pengeluaran kesehatan lebih rendah dengan usia harapan hidup yang sama. 

Negara tersebut hanya mengeluarkan USD1.900 per kapita per tahun untuk anggaran kesehatan, namun usia harapan hidupnya mencapai 80 tahun.

Di Jepang, pengeluaran sekitar 4.800 dolar per kapita per tahun dengan usia harapan hidup 80 tahun, sementara Korea Selatan mengeluarkan USD3.600 per kapita per tahun dengan usia harapan hidup 84 tahun, dan Singapura mengeluarkan USD2.600 per kapita dengan usia harapan hidup rata-rata mencapai 84 tahun.

"Kita mempelajari di seluruh dunia mengenai spending kesehatan. Besarnya spending tidak menentukan kualitas dari outcome," tutur Budi. 

Baca Juga: Biaya dan Cara Naik Kelas Perawatan BPJS Kesehatan menjadi VIP di Rumah Sakit

 

Penulis : Rizky L Pratama Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU