> >

Luhut Pandjaitan: Mengapa WTO Memaksa Kami Mengekspor Mineral Kami?

Ekonomi dan bisnis | 15 Juni 2023, 07:30 WIB
Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan akan pergi ke China untuk negosiasi bunga pinjaman terkait proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB). (Sumber: Instagram @luhut.pandjaitan )

JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi atau Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan negara-negara berkembang berhak tumbuh menjadi negara maju.

Menurut Luhut, pesan itu perlu disuarakan oleh negara-negara berkembang, termasuk Indonesia saat menghadapi berbagai tekanan dari blok-blok dagang yang dikuasai oleh negara-negara maju.

“Kami tidak menentang negara-negara maju, tetapi negara-negara berkembang punya hak untuk menjadi negara berpendapatan tinggi. Itu pesan penting yang harus disuarakan,” kata Luhut saat berpidato di acara Jakarta Geopolitical Forum Ke-7 2023 di Jakarta, Rabu (14/6/2023).

Baca Juga: Luhut Ungkap Alasan Keputusan Pekerjakan Tenaga Kerja Asing di Proyek IKN

Dia menjelaskan negara-negara berkembang banyak yang memiliki sumber daya alam mineral melimpah. Hilirisasi sumber daya alam pun menjadi salah satu cara bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk meningkatkan pendapatan sekaligus pertumbuhan ekonominya.

Luhut menilai hal itu perlu dilakukan demi ‘naik kelas’ dari negara berpendapatan menengah (middle-income country) ke negara berpendapatan tinggi (high-income country) atau negara maju.

Luhut mencontohkan salah satunya mengenai nikel, Indonesia banyak mendapat keuntungan dengan memanfaatkan hilirisasi industri bijih nikel. 

“Dari nickel ore (menjadi bahan) untuk membuat baterai, kemudian dari iron steel jika diurai lagi ke bawah ada banyak yang dapat diolah,” ujar Luhut.

“Dan itu membuka banyak pekerjaan, mencetak banyak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), dan menciptakan banyak hal.”

Baca Juga: Luhut Soal Pengembangan Ekosistem Kendaraan Listrik: Tidak Bisa Selesai Satu Periode Presiden

Oleh karena itu, dia mempertanyakan keputusan dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang menentang kebijakan Indonesia melarang ekspor bahan-bahan mentahnya, termasuk nickel ore, ke luar negeri.

“Mengapa kami tidak diperbolehkan untuk mengolah sendiri mineral-mineral kami? Mengapa kami harus mengekspor itu? Mengapa WTO memaksa kami mengekspor mineral kami?” kata Luhut.

Dalam pidatonya, Luhut pun mengingatkan negara-negara berkembang, terutama anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), untuk memperkuat kerja sama demi menghadapi tekanan-tekanan tersebut.

“Selama kita (negara-negara di kawasan) bekerja sama, kita dapat berkolaborasi antarsesama anggota ASEAN. Ada banyak hal yang dapat kita lakukan di kawasan ini,” kata Luhut.

Indonesia resmi melarang ekspor bijih nikel sejak 2 Januari 2020 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Baca Juga: Jokowi Tegaskan RI Banding atas Gugatan Ekspor Nikel Lawan WTO: Kita Juga Mau Jadi Negara Maju

Terkait kebijakan itu, Indonesia digugat oleh Uni Eropa ke WTO. Badan Penyelesaian Sengketa WTO pada Oktober 2022 mengabulkan gugatan Uni Eropa dan memutuskan Indonesia melanggar aturan-aturan dagang WTO.

Presiden RI Joko Widodo sebulan setelah WTO mengabulkan gugatan EU menyampaikan Indonesia mengajukan banding.

Jokowi menegaskan Indonesia tak akan menyetop kebijakan hilirisasi terhadap nikel dan kekayaan alam lainnya.

Bahkan, setelah larangan ekspor bahan mentah nikel yang diterapkan sejak 2020, Pemerintah lanjut melarang ekspor bahan mentah bauksit.

"Setelah itu, bahan-bahan yang lainnya, termasuk urusan yang kecil-kecil, termasuk kopi. Usahakan jangan sampai diekspor dalam bentuk bahan mentah," kata Presiden Jokowi.

Baca Juga: Jokowi: Walau Kalah di WTO, Keberanian Hilirisasi Bahan Mentah Akan Dilanjut

 

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU