> >

Menilik Makna di Balik Perintah Puasa Ramadan

Risalah | 21 April 2021, 14:50 WIB
Ilustrasi Bulan Ramadan (Sumber: Tribunnews.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ibadah puasa di bulan Ramadan bukan hanya sekedar ritual tahunan, melainkan berfungsi untuk membina individu muslim.

Baca Juga: Berkah Ramadan Bagi Perajin Piring Kaligrafi

Umat Islam yang menjalankan ibadah puasa akan mendapatkan sejumlah pengaruh positif, terutama di dalam kehidupan masyarakat.

Maksudnya, yang merasakan dampaknya baik dari ibadah tersebut bukan hanya pelakunya sendiri, tetapi seluruh masyarakat, bahkan binatang dan tumbuhan sekalipun.

Puasa tidak hanya mendorong hubungan manusia dengan Allah SWT (hablun min Allah), namun juga sangat berkaitan dengan relasi sesama manusia (hablun min al-naas).

Puasa menimbulkan kepekaan sosial

Berpuasa dapat membuat manusia merasakan penderitaan yang dialami oleh orang-orang miskin dan kaum dhuafa.

Bisa jadi tetangga kita yang miskin tidak makan seharian penuh atau lebih.

Melalui puasa kita seharusnya bisa mengerti dan berusaha membantu orang-orang miskin.

Tentu saja ini akan membangun kepekaan dan kesadaran sebagai sesama manusia.

Diharapkan rasa empati dan simpati yang tumbuh ini dapat terus dipupuk di hari-hari manusia sebagai makhluk sosial.

Baca Juga: Keutamaan 10 Hari Pertama Ramadan, Allah SWT Berikan Rahmat-Nya

Tentu sebagai umat Islam yang memiliki iman, kepekaan sosial tidak hanya dinilai sebatas memberi bantuan, namun semestinya juga memiliki adab, etika, sopan santun yang dikedepankan sesama manusia.

Syeikh Abdul Qadir al-Jailani mengatakan, “Jika kamu menyukai makanan enak, pakaian bagus, rumah mewah, wanita cantik, dan harta berlimpah, sementara pada saat yang sama kamu menginginkan agar saudara seimanmu mendapatkan kebalikannya, maka sungguh bohong bila mengaku memiliki iman yang sempurna”.

Pernyataan ini merupakan kritik tajam terhadap kaum beriman yang apatis.

Mengingat, tidak sedikit manusia yang mengaku beriman, namun kepekaan sosialnya sangat kurang.

Sebut saja salat, memang tidak ada yang tahu tujuan salat secara spesifik.

Terutama alasan mengapa jumlah raka’at salat dibatasi dan tidak boleh ditambah dan dikurangi.

Akan tetapi, tujuan umum shalat masih dapat dirasionalkan dan dipahami melalui penjelasan al-qur’an dan hadits.

Dalam al-qur’an disebutkan bahwa salat mencegah perbuatan keji dan munkar (QS: Al-‘Ankabut: 45).

Artinya, salat memberikan dampak positif terhadap perilaku seorang.

Bila seseorang menjalankan salat dengan benar, maka benar pula semua kehidupannya.

Baca Juga: Simak Hukum Puasa Ramadan dalam Islam

Puasa meredam kemungkaran sosial

Maksud dari berpuasa sebenarnya tidak hanya menahan lapar dan dahaga dari terbit fajar sampai terbenam matahari, namun juga menahan atau mengendalikan nafsu.

Kerapkali kezaliman dan kejahatan di dunia ini terjadi karena keserakahan dan ketamakan manusia.

Contohnya saja koruptor, pemerkosa, dan pembakar hutan, mereka melakukan itu karena memang sudah tidak mampu lagi mengendalikan nafsu keserakahan di dalam dirinya.

Akibatnya, adanya nafsu yang tidak terkendali ini memunculkan tindakan negatif yang merugikan orang banyak, bahkan untuk dirinya sendiri.

‘Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Anak Adam dapat binasa karena dua anggota tubuh: perut dan kemaluan.

Perkatan ‘Ali ini didukung oleh hadits riwayat Abu Hurairah bahwa suatu kali Nabi SAW pernah ditanya tentang faktor apa yang membuat orang banyak masuk surga.

Nabi SAW menjawab, “Taqwa dan akhlak yang bagus.”

Kemudian Nabi ditanya lagi, apa yang menyebabkan banyak orang masuk neraka?

“Dua anggota tubuh: perut dan kemaluan” Jawab Nabi (HR: Ibn Majah).

Perlu diakui, mengendalikan nafsu memang tidak mudah.

Dibutuhkan latihan maksimal untuk mengontrolnya.

Namun demikian, dengan berpuasa, umat Islam dapat  melatih dalam mengendalikan nafsu liar.

Baca Juga: Meninggal Namun Masih Hutang Puasa

Artinya, dorongan-dorongan negatif yang datangnya dari dalam diri manusia (nafsu) akan dapat dibentengi dengan aktivitas puasa.

Dengan demikian, itulah sesungguhnya tujuan utama dari puasa, yakni pengendalian hawa nafsu.

Akan sangat percuma bila puasa hanya sekedar menahan haus dan lapar saja, tapi maksiat dan hawa nafsunya tidak pernah dikontrol. 

Tak terkecuali, akan terjamin kenyamanan masyarakat bila nafsu manusia sudah stabil.

Artikel karya Hengki Ferdiansyah, Lc. MA ini merupakan kolaborasi dengan Islami.co 

Penulis : Isnaya Helmi Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU