> >

Siap-siap, Sepeda Motor Juga Harus Bayar Saat Lewati Jalan yang Terapkan ERP di Jakarta

Kebijakan | 17 Januari 2023, 07:04 WIB
Para pengendara sepeda motor yang mengenakan masker berada di tengah kemacetan lalu lintas pada jam sibuk di Jakarta, Selasa, 17 Mei 2022. Sepeda motor dipastikan juga akan dikenai tarif saat melewati jalan berbayar elektronik (electronic road pricing/ERP). (Sumber: AP Photo/Dita Alangkara)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Kendaraan roda dua atau sepeda motor dipastikan juga akan dikenai tarif jalan berbayar elektronik (electronic road pricing/ERP) di Jakarta.

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, aturan soal sepeda motor juga harus membayar ERP itu sudah dimasukkan dalam Rencana Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengendalian Lalu Lintas secara Elektronik (PL2SE).

"Dalam usul kami, di dalam usulannya (Raperda PL2SE), roda dua (termasuk pengendara yang dikenai tarif layanan ERP)," kata Syafrin di Balai Kota DKI Jakarta, seperti dikutip dari Kompas.com, Senin (16/1/2023).

Namun mengenai tarif ERP khusus sepeda motor belum disebutkan. Yang jelas, Dishub DKI mengusulkan agar tarif untuk kendaraan bermotor atau kendaraan listrik yang melewati ERP, akan dikenakan tarif Rp 5.000-Rp 19.000.

Sebagai informasi, dalam Raperda PL2SE, ERP akan berlaku setiap hari mulai pukul 05.00 WIB sampai 22.00 WIB. Berdasarkan Raperda PL2SE, sistem ERP akan diterapkan di 25 jalan di Ibu Kota.

Baca Juga: Jalan Berbayar di Jakarta Bakal Diterapkan, Ini Kendaraan yang Kebal ERP dan Denda Bagi Pelanggar

Tapi, Komisi B DPRD DKI Jakarta menyarankan ERP tidak langsung diterapkan di 25 ruas jalan. Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Ismail menyarankan penerapan kebijakan jalan berbayar itu diuji coba terlebih dahulu di tiga ruas jalan.

Jika penerapan ERP terlalu banyak, dikhawatirkan nantinya kebijakan tersebut malah membebani masyarakat.

"Tadi juga sempat didiskusikan juga ini sangat terkesan memberatkan kalaupun diterapkan. Harusnya diujicoba di ruas-ruas tertentu dulu," ujar Ismail dikutip dari Antara.

Selain itu, penerapan ERP pada tiga ruas jalan ini juga seperti saat rencana awal ERP dibuat pada tahun 2014, dengan jalan yang dipilih seperti Jalan Rasuna Said yang dipadati kendaraan bermotor setiap harinya.

"Tadi ada yang mengingatkan juga sebenarnya ide awal 2014 itu di tiga ruas jalan, seperti Kuningan Rasuna Said," ucapnya.

Baca Juga: Saat Wacana Penerapan ERP dari Era Sutiyoso hingga Heru Budi yang Tak Kunjung Terealisasi

Seharusnya, kata dia, rencana penerapan ERP ini dibahas dalam rapat kerja yang digelar pada Senin (16/1) yang awalnya sempat dibuka oleh Ismail sekitar pukul 14.00 WIB.

Setelah itu, sejumlah anggota Komisi B DPRD DKI meminta rapat ditunda sampai pekan depan dengan alasan sejumlah perwakilan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI tidak hadir. Hanya Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Syafrin Liputo beserta jajarannya yang hadir dalam rapat ini.

Karena itu, Ismail menilai jika hanya Dishub yang hadir maka akan ada sejumlah pertanyaan yang tidak bisa terjawab.

"Mengingat substansi yang akan dibahas ini sangat penting dan akan menimbulkan polemik di tengah masyarakat," sebutnya.

Ia berharap pekan depan ketika rapat kembali diadakan, beberapa pihak dari Pemprov DKI bisa memenuhi undangan sehingga pembahasan ERP bisa lebih komprehensif dan pertanyaan masyarakat bisa terjawab.

Baca Juga: Heru Budi Buka Suara soal Tarif ERP Jakarta, Segini Besaran yang Diusulkan

Dalam draf Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PPLE), dijelaskan kebijakan ini merupakan pembatasan kendaraan bermotor secara elektronik pada ruas jalan, kawasan dan waktu tertentu.

Merujuk draf tersebut, ERP bakal dilaksanakan di 25 ruas-ruas jalan atau kawasan yang memenuhi kriteria. Setidaknya ada empat kriteria untuk sebuah kawasan atau ruas jalan bisa menerapkan ERP.

Pertama, memiliki tingkat kepadatan atau perbandingan volume lalu lintas kendaraan bermotor dengan kapasitas jalan pada salah satu jalur jalan sama dengan atau lebih besar dari 0,7 pada jam puncak/sibuk.

Kedua, memiliki dua jalur jalan dan setiap jalur memiliki paling sedikit dua lajur.

Ketiga, hanya dapat dilalui kendaraan bermotor dengan kecepatan rata-rata kurang dari 30 km/jam pada jam puncak.

Keempat, tersedia jaringan dan pelayanan angkutan umum dalam trayek yang sesuai dengan standar pelayanan minimal dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas.com, Antara


TERBARU