DPR Pertanyakan Pungutan PPH 6 Persen Ojol, Grab: Bukti Pemotongan Kami Setor ke Negara
Ekonomi dan bisnis | 8 November 2022, 07:12 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Pimpinan Komisi V DPR RI Ridwan Bae mempertanyakan soal potongan Pajak Penghasilan (PPh) 21 sebesar 6 persen, yang dilakukan tiga aplikator ojek online (ojol), berdasarkan laporan Koalisi Driver Online (KADO).
Hal itu ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi V DPR RI di Jakarta, Senin (7/11/2022).
"Mereka ditarik PPh 21 sebesar 6 persen. Tetapi dasar penarikannya apa, kemudian bukti setor seharusnya diberikan kepada driver juga tidak diberikan. Kalau tidak diberikan bukti setornya, lalu uangnya dikemanakan?" kata Ridwan seperti dikutip dari Antara, Selasa (8/11/2022).
Menanggapi hal itu, Presiden Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata menjelaskan, potongan PPh 6 persen tidak mengada-ada dan benar-benar disetorkan ke pemerintah.
Baca Juga: Kabar Baik! Tak Hanya Ojol, UMKM Juga Dapat BLT Rp1,2 Juta pada Oktober 2022, Cek Syarat Penerimanya
"Itu adalah pendapatan mitra pengemudi yang didapatkan dari kami, bukan dari penumpang. Bukan yang dilaporkan pengemudi, tapi memang komponen yang kami beri, berupa insentif," tutur Ridzki.
Ia menegaskan, pihaknya sama sekali tidak mengambil potongan tersebut. Adapun soal bukti potongan pajak yang tidak diberikan kepada mitra pengemudi, menurutnya memang tidak diberikan tetapi bisa diminta per mitra.
"Bukti pemotongan tersebut kami setorkan kepada negara, bisa di-download langsung mitra pengemudi di dalam aplikasinya. Jelas bukti pemotongan dan itu kemana, disetorkan kemana, itu ada bagi mereka. Memang itu komponen unik. Itu pendapatan mereka yang didapatkan dari perusahaan aplikasi," terangnya.
Ridzki menambahkan besaran potongan pajak sebesar 6 persen ditetapkan karena tidak ada NPWP sebagaimana aturan yang ada.
Baca Juga: Sempat Turun Usai Pandemi, Angka PHK Naik Lagi Selama Maret-September 2022
"6 persen itu pendapatan mitra pengemudi yang datang dari kami. Dalam bentuk insentif atau program. Biaya jasa langsung tidak diganggu gugat. Itu murni hak mitra. Bensin, helm, penyusutan kendaraan, ada juga komponen keuntungan mitra pengemudi," papar Ridzki.
"Memang ada komponennya. Ini juga sudah hasil diskusi Kementerian Perhubungan dengan mitra aplikasi dan juga sudah diskusi dengan mitra pengemudi. Ini sudah berjalan 2-3 tahun," tambahnya.
Sementara itu Direktur Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk Shinto Nugroho menjelaskan, pihaknya tidak memungut PPh terhadap mitra pengemudi lantaran hubungan antara perusahaan dan mitra pengemudi adalah kemitraan.
"Kami tidak melakukan atau memiliki program terkait penarikan dan pemungutan pajak PPh untuk mitra pengemudi karena hubungan antara Gojek dan mitranya adalah hubungan kemitraan, bukan sebagai pegawai di mana ini diatur dalam Pasal 21 UU PPh," ucap Shinto.
Baca Juga: Pemprov DKI Jakarta Gencar Patroli Drone, Awas Jangan Buang Sampah Sembarangan
Shinto mengatakan pihaknya melakukan sosialisasi dan bekerja sama dengan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan untuk melakukan edukasi dan penghitungan dan pendaftaran NPWP bagi para pengemudi.
"Karena banyak pengemudi melakukan ini (kemitraan) secara freelance atau dalam waktu free time mereka," lanjutnya.
Terkait kepatuhan pajak perusahaan, Shinto memastikan perusahaan telah membayar pajak sepenuhnya dan sudah dilakukan audit oleh auditor independen sebelum IPO.
Sedangkan Legal Consel PT Teknologi Perdana Indonesia (Maxim) Jerio mengatakan, pihaknya tidak melakukan pemotongan pajak karena hubungan dengan mitranya merupakan hubungan kemitraan.
"Idem dengan Gojek, kami juga tidak melakukan pemungutan tersebut karena sistemnya masih kemitraan dan itu di luar kewenangan kami," katanya.
Penulis : Dina Karina Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Antara