Usai Larangan Ekspor CPO Dicabut, Harga TBS Sawit Belum Naik Signifikan
Kebijakan | 25 Mei 2022, 03:45 WIBSelain itu, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) diharapkan untuk mengalokasikan anggarannya untuk para petani sawit skala kecil. Karena selama ini, masih dinikmati oleh korporasi atau industri besar untuk biodiesel.
Henry menambahkan, peristiwa berkurangnya cadangan dan melambungnya harga minyak goreng yang disusul dengan kebijakan larangan ekspor CPO, harus dijadikan sebagai momen untuk merombak tata kelola persawitan Indonesia melalui reforma agraria.
"Sawit diurus petani, bukan korporasi. Perkebunan sawit harus diserahkan pengelolaannya kepada petani, dikelola usaha secara koperasi mulai dari urusan tanaman, pabrik CPO dan turunannya,” katanya.
“Negara harus berperan dalam transisi ini dengan melaksanakan reforma agraria, tanah perkebunan atau pribadi yang luasnya di atas 25 hektare dijadikan tanah obyek reforma agraria (TORA).”
“Korporasi mengurus industri pengolahan lanjutannya saja seperti pabrik sabun, obat-obatan, dan usaha-usaha industri turunan lainnya saja," kata Henry.
Baca Juga: Pembukaan Keran Ekspor Sawit Dikhawatirkan Sebabkan Harga MInyak Goreng Kembali Tinggi
Sebelumnya, pemerintah mengumumkan pencabutan larangan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya per 23 Mei 2022 pada Kamis, 19 Mei lalu. Sementara larangan ekspor tersebut mulai diberlakukan pada 28 April lalu.
"Berdasarkan pasokan dan harga minyak goreng saat ini, serta mempertimbangkan adanya 17 juta orang tenaga di industri sawit baik petani, pekerja, dan juga tenaga pendukung lainnya, maka saya memutuskan bahwa ekspor minyak goreng akan dibuka kembali pada Senin 23 Mei 2022," kata Presiden Jokowi.
Presiden menjelaskan bahwa ia sendiri dan jajarannya terus melakukan pemantauan sekaligus mendorong berbagai langkah untuk memastikan ketersediaan minyak goreng bagi masyarakat, sejak larangan ekspor diberlakukan bulan lalu.
Baca Juga: Larangan Ekspor Dicabut, Pengusaha Sawit Janji Dukung Ketersediaan Minyak Goreng
Menurut Presiden, kebutuhan nasional untuk minyak goreng curah sekira 194 ribu ton per bulan, tetapi pada Maret sebelum larangan ekspor diberlakukan, pasokan yang ada di pasar domestik hanya mencapai 64,5 ribu ton.
"Alhamdulillah pasokan minyak goreng terus bertambah...setelah dilakukan pelarangan ekspor di bulan April pasokan kita mencapai 211 ribu ton per bulannya, melebihi kebutuhan nasional bulanan kita," katanya.
Sementara dari aspek keterjangkauan harga minyak goreng, Presiden menyampaikan terdapat penurunan harga rata-rata nasional minyak goreng curah menjadi Rp17.200 hingga Rp17.600 per liter, turun dari sekira Rp19.800 per liter sebelum pelarangan ekspor diberlakukan.
Penulis : Edy A. Putra Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV/Antara