> >

Petani Tak Tertarik Tanam Kedelai Lokal, Karena Saat Panen Harga Jatuh

Ekonomi dan bisnis | 22 Februari 2022, 16:39 WIB
Pekerja memeriksa tanaman kedelai di area tanam Rumah Kedelai Grobogan (RKG), Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Rabu (19/6/2019). (Sumber: Kompas.id/ADITYA PUTRA PERDANA)

JAKARTA, KOMPAS.TV –  Petani di tanah air tidak tertarik menanam kedelai. Ketua Gabungan Kelompok Tani Pangudi Makmur Desa Belor, Kecamatan Ngaringan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah Abdul Aris (56) mengatakan, petani di wilayahnya biasanya menanam kedelai sekali dalam setahun. Sementara di dua musim lain, petani menanam padi.

Namun, petani kerap menghadapi harga jual yang kurang optimal.

Pada tahun 2021 misalnya, harga jual kedelai Gepak Ijo atau varietas paling banyak yang ditanam petani mencapai Rp 9.000 per kilogram (kg). Padahal, idealnya di atas Rp 10.000 per kg.

“Paling sulit saat panen raya karena harga kedelai (di petani) jatuh sampai ke Rp 6.000-Rp 7.000 per kg. Itu jadi kendala yang membuat petani kurang tertarik menanam kedelai," kata Aris, Senin (21/2/2022), seperti dikutip dari Kompas.id.

Baca Juga: Ini Kelebihan Kedelai Lokal Dibanding Kedelai Impor

Terkait hal ini, Direktur Aneka Kacang dan Umbi Kementerian Pertanian (Kementan) Yuris Tiyanto sempat mengungkapkan,  memang tren produksi kedelai di Indonesia terus menurun dari tahun ke tahun. Menurunnya produksi tersebut lantaran banyak petani kedelai yang beralih ke komoditas lain yang dinilai lebih menguntungkan ketimbang menanam kedelai.

"Tahun 1992 itu kita pernah swasembada kedelai, tapi sekarang menurun drastis. Karena terus terang petani kita dengan kondisi harga jual yang rendah ini beralih ke komoditas lain, sekarang ini komoditas kedelai baru bagus," ungkapnya, dilansir dari pemberitaan Kompas.tv sebelumnya.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian, produksi kedelai Indonesia pada tahun 2021 hanya 200 ribu ton. Sementara, permintaan kedelai untuk memproduksi tahu tempe sekitar 1 juta ton per tahun.

Varietas kedelai

Aris menambahkan, terkait varietas kedelai di Indonesia, baru-baru ini, pihaknya mendapat bantuan benih varietas Grobogan dari Pemerintah Kabupaten Grobogan untuk lahan seluas 25 hektar.

Dari sisi produktivitas, varietas itu relatif lebih baik. Tapi, para petani sudah terlanjur terbiasa dengan Gepak Ijo sehingga sosialisasi perlu digencarkan agar petani mau menanam.

"Kalau sudah terbiasa, seharusnya hasilnya lebih baik. Saat kedelai impor terus naik, harusnya kedelai lokal bisa mengisi. Tapi, agar menarik, ya, penjualannya harus ada kepastian," lanjutnya.

Sekarang, kedelai ini juga dikembangkan di Desa Cibulan, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, yang memanfaatkan lahan bekas galian C. Varietas yang ditanam yakni Grobogan dan Anjasmoro.

Adapun, Kepala Desa Cibulan Iwan Gunawan menyatakan, salah satu kendala dalam budidaya kedelai yakni, sulitnya menjemur saat musim hujan. Sementara, dari segi harga, saat ini sebenarnya sudah relatif baik, yakni sekitar Rp 10.000 per kg.

"Sekarang tinggal kesadaran masyarakat serta pembiasaan saja (menggunakan kedelai lokal). Sosialisasi mesti terus digencarkan. Saya pikir, melonjaknya harga kedelai impor menjadi momentum bagi kedelai lokal'," ujar Iwan.

Selama ini, kedelai lokal selalu kalah bersaing dengan kedelai impor yang kini memenuhi 88-90 persen kebutuhan kedelai nasional.

Beberapa waktu terakhir, harga kedelai impor terus melonjak. Bahkan, menurut TradingEconomics,  sempat menyentuh 16 dollar AS per gantang pada Jumat (18/2/2022). Hal itu memicu mogoknya produksi dan dagang tahu tempe di berbagai daerah di Indonesia.

Penulis : Fransisca Natalia Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV/Kompas.id


TERBARU