> >

Petani Tak Tertarik Tanam Kedelai Lokal, Karena Saat Panen Harga Jatuh

Ekonomi dan bisnis | 22 Februari 2022, 16:39 WIB
Pekerja memeriksa tanaman kedelai di area tanam Rumah Kedelai Grobogan (RKG), Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Rabu (19/6/2019). (Sumber: Kompas.id/ADITYA PUTRA PERDANA)

Dari sisi produktivitas, varietas itu relatif lebih baik. Tapi, para petani sudah terlanjur terbiasa dengan Gepak Ijo sehingga sosialisasi perlu digencarkan agar petani mau menanam.

"Kalau sudah terbiasa, seharusnya hasilnya lebih baik. Saat kedelai impor terus naik, harusnya kedelai lokal bisa mengisi. Tapi, agar menarik, ya, penjualannya harus ada kepastian," lanjutnya.

Sekarang, kedelai ini juga dikembangkan di Desa Cibulan, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, yang memanfaatkan lahan bekas galian C. Varietas yang ditanam yakni Grobogan dan Anjasmoro.

Adapun, Kepala Desa Cibulan Iwan Gunawan menyatakan, salah satu kendala dalam budidaya kedelai yakni, sulitnya menjemur saat musim hujan. Sementara, dari segi harga, saat ini sebenarnya sudah relatif baik, yakni sekitar Rp 10.000 per kg.

"Sekarang tinggal kesadaran masyarakat serta pembiasaan saja (menggunakan kedelai lokal). Sosialisasi mesti terus digencarkan. Saya pikir, melonjaknya harga kedelai impor menjadi momentum bagi kedelai lokal'," ujar Iwan.

Selama ini, kedelai lokal selalu kalah bersaing dengan kedelai impor yang kini memenuhi 88-90 persen kebutuhan kedelai nasional.

Beberapa waktu terakhir, harga kedelai impor terus melonjak. Bahkan, menurut TradingEconomics,  sempat menyentuh 16 dollar AS per gantang pada Jumat (18/2/2022). Hal itu memicu mogoknya produksi dan dagang tahu tempe di berbagai daerah di Indonesia.

Penulis : Fransisca Natalia Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV/Kompas.id


TERBARU