23 Hari Kebijakan Satu Harga Ditetapkan, Minyak Goreng Malah Langka dan Mahal
Kebijakan | 10 Februari 2022, 16:10 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Sudah 23 hari sejak pemerintah menerapkan kebijakan satu harga minyak goreng Rp14.000 per liter, pada 19 Januari lalu. Dan sudah 15 hari sejak pemerintah menerapkan kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET), domestic market obligation (DMO), dan domestic price obligation (DPO) untuk minyak goreng pada 27 Januari lalu.
Tapi faktanya di lapangan, saat ini minyak goreng justru langka dan kalaupun ada, harganya jauh dari ketetapan pemerintah. Ombudsman RI menyebut, ada temuan penimbunan dan pengalihan stok dari ritel modern ke pasar tradisional dari data 34 provinsi.
Sehingga pasokan di ritel modern kosong, sedangkan di pasar tradisional harganya mahal. Namun menurut Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan, harga minyak goreng 'dalam proses stabilisasi dengan penerapan kebijakan baru', yakni DMO dan DPO.
Oke mengatakan, kebijakan tersebut akan memutus keterkaitan antara harga minyak goreng dan harga CPO internasional.
Baca Juga: Minyak Goreng Langka, Zulhas: Presiden Sudah 2 Kali Perintah, Masa Enggak Patuh?
"Kebijakan yang terakhir dari pemerintah adalah kita pastikan harga minyak goreng putus dari ketergantungan harga CPO internasional. Sehingga sekarang kebijakan DMO dan DPO itu maka harga minyak goreng diputus dari ketergantungan harga CPO internasional," kata Oke dalam diskusi yang digelar Ombudsman, Selasa (8/2/2022).
Dia menjelaskan, selama ini produsen minyak goreng dalam negeri membeli CPO sebagai bahan baku minyak nabati dengan harga global. Sedangkan produsen minyak goreng yang terintegrasi langsung atau memiliki lahan kebun kelapa sawitnya sendiri, masih sedikit.
Sehingga saat harga CPO dunia melonjak, harga minyak goreng juga ikut naik. Oleh karena itu, kata Oke, pemerintah menerapkan DMO yaitu para eksportir CPO harus mengalokasikan 20 persen dari total volume ekspornya untuk kebutuhan dalam negeri.
"Kalau ketersediaan itu tidak ada masalah, selama ini tersedia, hanya harganya yang tidak terjangkau," ujar Oke.
Baca Juga: Harga Minyak Goreng Di Sorong Masih Tinggi Stok Di Pasar Menipis
Di sisi lain, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan produksi dan distribusi minyak goreng di Indonesia mayoritas dikuasai 4 perusahaan besar. Mereka memiliki kebun sawit sendiri, pabrik minyak goreng sendiri, dan rantai distribusi sendiri.
Sehingga sangat mungkin, mereka melakukan praktik kartel memanfaatkan melambung nya harga CPO. Mereka pun lantas menaikkan harga minyak goreng bersama-sama.
"Di hulunya mereka menguasai, di hilirnya mereka menguasai. Tapi, mereka tetap mengacu pada harga internasional. Hal ini karena mereka yakin, kalaupun harga minyak gorengnya dinaikkan, mereka akan tetap laku di pasaran karena permintaan terhadap minyak goreng ini cenderung elastis," terang Ketua KPPU Ukay Karyadi, dalam diskusi virtual beberapa waktu lalu.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah menilai, masalahnya ada pada persiapan pemerintah yang minim.
Baca Juga: Tergiur Harga Murah, Puluhan Warga Borong Minyak Goreng Malah Tertipu hingga Rp900 Juta
"Niat baiknya bagus menetapkan harga tertinggi Rp14.000, tapi kan masyarakat butuhnya bukan hanya ditetapkan, tapi bagaimana di lapangannya. Harga Rp14.000 tapi barangnya enggak ada ya gimana?," ucap Piter kepada Kompas TV, Kamis (10/2/2022).
Piter berpendapat, penetapan harga eceran tertinggi minyak goreng butuh persiapan. Salah satunya adalah pemerintah harus bisa menguasai distribusinya.
"Karena potensi untuk penyimpangan-penyimpangan pasti banyak terjadi. Akan ada penumpukan, penyelundupan itu akan banyak. Karena pengusaha akan mencari keuntungan yang lebih besar. Jadi selama pemerintah tidak menguasi distribusinya, ini kondisinya akan terus terjadi," ujar dia.
Baca Juga: Pengecer Keluhkan Terbatasnya Pasokan Minyak Goreng dari Agen, Harus Bagi-bagi
Piter mengatakan, distribusi minyak goreng harus diawasi dengan ketat.
"Bahkan kalau perlu pemerintah turun tangan langsung dalam distribusinya. Kalau hanya mengatakan harganya Rp 14.000 tapi distribusinya dipegang oleh pengusaha, ya yang akan terjadi seperti sekarang ini," ucapnya.
Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti
Sumber :