> >

Kemendag Akui Kebijakan Minyak Goreng Satu Harga Tak Optimal

Ekonomi dan bisnis | 4 Februari 2022, 09:03 WIB
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan. (Sumber: Antara )

JAKARTA, KOMPAS.TV- Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengakui kebijakan minyak goreng satu harga tidak optimal. Lantaran di pasaran masyarakat justru kesulitan mendapatkan minyak goreng. Berbanding terbalik saat minyak goreng masih dijual dengan harga tinggi.

"Pada kemasan sederhana alasannya disampaikan karena infrastruktur kemasan belum siap. Kalau belum siap, kita ambil langkah lagi, kita bikin satu harga. Enggak ada alasan lagi semua harus Rp14.000 per liter . Kenyataannya tidak optimal juga," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurwan, dalam diskusi publik yang digelar Institut for Development of Economics and Finance (Indef) secara virtual, Kamis (3/2/2022).

Oke juga mengaku sudah berkoordinasi untuk memeriksa apakah ada kebocoran ekspor, untuk mengecek kemana perginya pasokan minyak goreng.

Baca Juga: Operasi Pasar, Warga Rela Antre Berdesakan Incar Minyak Goreng dan Gula Pasir Murah

"Saya kuncinya ekspornya. Sampai sekarang belum ada yang keluar. Tetapi kok barangnya jarang? Ini ada perlawanan kah atau apakah?" ujar Oke.

Ia juga tak menyangkal melonjaknya harga minyak goreng didalam negeri, disebabkan sejumlah kesalahan. Salah satunya, pemerintah menganggap kenaikan harga minyak sawit mentah atau CPO sebagai sebuah berkah.

Kemudian, harga minyak goreng naik juga karena pasokan CPO yang berkurang.

"Ini adalah anomali. Akibat pandemi, akibat kelakuan pemerintah yang menjadikan harga CPO tinggi, dan dianggap jadi berkah, dan dijadikan sebagai kontributor nomor dua pada perdagangan internasional kita," ungkap Oke.

Baca Juga: Mendag Lutfi Sebut Pedagang Campur Minyak Goreng Mahal dengan yang Murah

"Kalau pasokan terganggu harga akan meningkat," tambahnya.

Saat pemerintah melepas harga minyak goreng ke pasar, rakyat pun terdampak saat harga internasional naik.

Karena produsen pasti ingin mendapatkan keuntungan besar, dengan menjual minyak goreng di dalam negeri mengikuti harga internasional.

Oke menyampaikan, pemerintah akan berupaya untuk tidak tergantung lagi pada harga internasional.

"Tetapi gara-gara pandemi, krisis dan sebagainya, pemerintah selama ini adem ayem, ternyata minyak goreng domestik tidak boleh dibiarkan harga CPO internasional itu saja yang utamanya. Dan posisinya saat ini tidak bisa menunggu lama, harus segera ditindak lanjuti," ucap Oke.

Baca Juga: Kemendag Sebut Penimbun Minyak Goreng akan Rugi Sendiri

Upaya untuk lepas dari pengaruh harga internasional, adalah dengan kebijakan domestic market Obligation (DMO) dan domestic price Obligation (DPO).

Menurut Oke, pemerintah mempertimbangkan beberapa hal dalam mengambil kebijakan untuk menurunkan harga minyak goreng di dalam negeri.

Pertama, pemerintah tidak ingin mengganggu kesejahteraan petani sawit. Kemudian, pemerintah juga berupaya menjaga tatanan perdagangan internasional, di mana produk sawit merupakan kontributor ekspor kedua terbesar yang menyumbang devisa bagi Indonesia.

Terakhir, pemerintah berupaya menjaga pasokan dan keterjangkauan harga minyak goreng untuk masyarakat Indonesia.

"Namun, yang namanya kebijakan ini tidak bisa dilihat dari hari ini ketok palu lalu besok melihat hasil. Tidak bisa. Oleh karena itu, kami terus memantau bagaimana perkembangannya," tandasnya.

Penulis : Dina Karina Editor : Gading-Persada

Sumber :


TERBARU