Seller Shopee Tiba-tiba Dapat Surat Tagihan Pajak, Simak Penjelasan Ditjen Pajak
Ekonomi dan bisnis | 25 November 2021, 18:02 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmadrin Noor meminta masyarakat tidak perlu gusar jika mendapatkan surat dari kantor pajak.
Hal ini terkait dengan seorang penjual di marketplace Shopee yang mengaku mendapat surat tagihan dari kantor Pajak. Ia diminta harus membayar pajak sekian juta rupiah, berdasarkan omzet penjualannya di Shopee.
Menurut Neilmadrin, Wajib Pajak justru bisa melakukan klarifikasi atas data temuan yang didapatkan oleh DJP. Apalagi jika Wajib Pajak yang bersangkutan sudah melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakannya dengan baik.
"Pengiriman surat imbauan atau surat klarifikasi atau yang biasa disebut sebagai SP2DK merupakan salah satu produk dari kegiatan pengawasan kepatuhan yang secara rutin dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka mengoptimalkan penerimaan negara," kata Neilmadrin kepada Kompas TV, Kamis (25/11/2021).
Baca Juga: Viral Penjual di Shopee Kena Pajak Hingga Rp35 Juta, Ini Kata Shopee
Lantas darimana DJP mendapatkan data omzet penjualan seller di Shopee? Padahal pihak Shopee dan penjual mengaku tidak pernah menginformasikan data transaksi kepada pihak kantor pajak.
Pihak DJP juga mengakui belum ada aturan yang mewajibkan pihak marketplace menyetor data sellernya kepada pihak kantor pajak.
"Pada dasarnya, Direktorat Jenderal Pajak telah bekerja sama dengan berbagai Instansi, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak Lain (ILAP) dalam upaya penggalian potensi perpajakan Wajib Pajak. Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak juga selalu melakukan penggalian potensi atas data yang dimiliki melalui KPP atau Kantor Wilayah tempat Wajib Pajak terdaftar," tutur Neilmadrin.
Dirjen Pajak juga punya mekanisme sendiri dalam melacak wajib pajak. Yaitu dengan melakukan analisis atas data keuangan Wajib Pajak baik yang telah dimiliki atau tercatat pada master file Wajib Pajak di sistem DJP maupun yang didapatkan dari ILAP.
Baca Juga: Kemendag Salurkan 11 Juta Liter Minyak Goreng ke Pedagang, Dijual Rp14.000/Liter
Neilmadrin menyampaikan, sebaiknya Wajib Pajak pelaku usaha sektor digital di marketplace segera mendaftarkan diri agar dapat diberikan NPWP.
"Karena uang pajak yang disetor oleh seluruh Wajib Pajak nantinya akan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran negara ini. Mari bersama-sama kita membangun momentum pemulihan ekonomi nasional terkhusus di masa pandemi ini," ujarnya.
Ia juga mengingatkan, ada sanksi yang menunggu bagi Wajib Pajak yang tidak membayar kewajibannya. DJP dapat menerbitkan surat ketepatan pajak ataupun Surat Tagihan Pajak untuk menagih pokok pajak beserta sanksi administrasi jika ditemukan bukti tidak dipenuhinya kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak.
"Aau jika Wajib Pajak tidak melakukan klarifikasi atas data yang ditemukan oleh DJP sebagaimana yang telah tercantum pada SP2DK atau dokumen sejenisnya," pungkasnya.
Baca Juga: Ini Sederet Keunggulan DME yang Akan Gantikan LPG
Sebelumnya, dalam unggahan akun Twitter @txtdarionlshop, terlihat seorang penjual di Shopee bernama Karina Putri Dewi mengunggah surat tagihan pajak dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tasikmalaya. Dalam surat itu disebutkan, ia belum membayar pajak selama 2 tahun, sejak 2020 dan 2021, sehingga harus membayar pajak dengan nominal tertentu.
Karina menutup bagian omzet usahanya yang menjadi objek pajak yang harus ia bayar.
"Sekedar info bagi teman-teman yang berjualan di Shopee, mulai sekarang perhitungkan mengenai harga jual ya. Karena penjualan kita dari awal di Shopee sampai sekarang ternyata dihitung dan data kita di Shopee dikasih ke kantor pajak. Ini giliran saya yang kena," tulis Karina.
Baca Juga: Ternyata China Sempat Remehkan Indonesia, Sekarang Getol Investasi
"Saya harus bayar pajak ke pratama sekian juta, teman saya juga kena sekitar 35 juta," lanjutnya.
Dalam surat yang ditandatangani Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tasikmalaya itu disebutkan, pajak yang dikenakan adalah 0,5 persen dikali penghasilan kotor setiap bulannya. Hal itu berdasarkan PP No 23 Tahun 2018.
Penulis : Dina Karina Editor : Vyara-Lestari
Sumber :