> >

Banyak Pengusaha Tak Bayar Upah Minimum, Serikat Pekerja Minta Depenas Bertindak

Ekonomi dan bisnis | 25 Oktober 2021, 13:15 WIB
Ilustrasi buruh (Sumber: Antara )

JAKARTA, KOMPAS.TV –  Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar meminta Depenas lebih aktif berperan untuk memastikan pekerja digaji sesuai standar upah minimum.

Sebab, menurutnya, masalah utama dalam upah minimum adalah tidak adanya kepastian pekerja untuk digaji sesuai standar yang berlaku.

Selain itu, Timboel mengkritisi dialog sosial di forum Kementerian Ketenagakerjaan dengan Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) dan Badan Pekerja Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional (BP LKS Tripnas) pada 21-22 Oktober 2021 di Jakarta yang dinilai hanya sebatas menyamakan pandangan dan mengikat komitmen terkait penentuan upah minimum 2022.

Timboel menilai, forum itu perlu dimanfaatkan lebih intens dan kontinu untuk memastikan regulasi diterapkan dengan baik pasca penetapan upah minimum.

“Apa strategi pemerintah bersama Depenas untuk memastikan ke depan aturan ini dipatuhi pengusaha, agar tidak ada lagi pekerja yang dibayar di bawah standar? Ini masalah klasik yang terus dibiarkan. Semua seperti diam seribu bahasa ketika harus bicara pengawasan dan penegakan hukum,” ujarnya.

Baca Juga: Pemerintah Beri Sinyal Kenaikan Upah di Tahun 2022, Berapa Besarannya?

Untuk diketahui, berdasarkan Data Survei Angkatan Kerja Nasional Februari 2021, sebanyak 49,67 persen pekerja masih digaji di bawah upah minimum. Artinya, hampir setengah dari total pekerja di Indonesia dibayar di bawah standar.

Hasil olahan data Sakernas Februari 2021 menunjukkan, dari total 34 provinsi, masih ada 11 provinsi yang rata-rata upah riil bersihnya di bawah standar upah minimum yang berlaku.

“Dalam empat tahun terakhir, kepatuhan pengusaha untuk menggaji pekerjanya sesuai standar upah minimum yang berlaku selalu ada di kisaran 49-57 persen, “ jelas Timboel.

Sementara, menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, selama ini tingkat kepatuhan pengusaha untuk menggaji sesuai upah minimum rendah karena beberapa faktor.

Pertama, besaran upah minimum yang dinilai terlalu besar sehingga sulit diikuti.

Kedua, lebih banyaknya jumlah pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang tidak mampu membayar upah sesuai standar.

Menurutnya, hal-hal itu yang kini diubah melalui UU Cipta Kerja agar sistem pengupahan lebih realistis, meski akhirnya dengan besaran kenaikan yang lebih kecil.

"Kemarin-kemarin itu (kenaikannya) tinggi sekali, sehingga kepatuhan di lapangan pasti rendah," katanya.

Ia memprediksi, setelah sistem penetapan upah minimum mengikuti UU Cipta Kerja, tingkat kepatuhan pengusaha akan perlahan menyesuaikan.

 "Sekarang ini dicoba lebih realistis, jadi seharusnya bisa lebih baik. Ini proses menuju titik keseimbangan," ucap Hariyadi.

Baca Juga: Ketahui Tiga Perubahan Aturan untuk Penetapan Upah Minimum Tahun 2022

 

Penulis : Fransisca Natalia Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV/Kompas.id


TERBARU