JAKARTA, KOMPAS.TV - Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa deflasi kembali terjadi pada September 2024.
Amalia Adininggar Widyasanti, Pelaksana Tugas Kepala BPS, menekankan perlunya studi mendalam untuk memahami kaitan antara deflasi dan penurunan daya beli masyarakat.
Deflasi yang terjadi selama 5 bulan terakhir disebabkan oleh penurunan harga komoditas, terutama pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau, yang menjadi penyumbang utama.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa penurunan daya beli juga terjadi di hampir semua negara.
Ia menegaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan berbagai program untuk mendorong peningkatan daya beli masyarakat, termasuk penangguhan pajak pertambahan nilai untuk pembelian properti di bawah Rp 2 miliar.
Pengusaha menanggapi deflasi yang berlangsung selama 5 bulan, menyatakan bahwa hal tersebut mencerminkan turunnya daya beli masyarakat.
Hariyadi Sukamdani, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan APINDO juga menyoroti soal kebutuhan dan permintaan lapangan kerja tidak seimbang, sehingga daya beli masyarakat tidak merata.
Indikasi lain yang menguatkan situasi ini adalah tingginya jumlah iuran kesehatan yang ditanggung oleh pemerintah pusat maupun daerah.
Dari laporan BPS Deflasi terjadi 5 bulan berturut-turut, apa dampaknya bagi ekonomi Indonesia?
Kita berbincang dengan tenaga Ahli Utama KSP, Joanes Joko bersama dengan Peneliti Senior INDEF Tauhid Ahmad.
Baca Juga: DPR Baru, Adaptif atau Permisif pada Masalah Ekonomi? Ini Analisis Pengamat Kebijakan Publik
#ekonomi #deflasi #uang
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.