KOMPAS.TV - Kasus perundungan yang terjadi di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (UNDIP) memasuki babak baru.
Kasus ini terus berlanjut setelah Universitas Diponegoro dan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Kariadi Semarang mengakui adanya perundungan.
Awalnya, pihak UNDIP dan RSUP Dr. Kariadi Semarang membantah bahwa perundungan menjadi penyebab kematian dokter Aulia Risma.
Namun, kini kedua instansi tersebut meminta maaf dan berjanji akan melakukan evaluasi.
Pihak rumah sakit mengaku bertanggung jawab dalam program pendidikan dokter spesialis.
Mahabara Putra, Direktur Layanan Operasional RSUP Dr. Kariadi Semarang, menyebutkan bahwa ada berbagai bentuk perundungan yang diterima mahasiswa PPDS.
Di antaranya adalah pekerjaaan berlebihan dan kewajiban membayar iuran sebesar 20 juta hingga 40 juta rupiah per bulan selama enam bulan pertama.
Pada bulan pertama, uang yang dikumpulkan digunakan untuk memenuhi kebutuhan makan, sewa mobil operasional, kamar indekos, karaoke, dan sewa lapangan sepak bola bagi senior di PPDS Anestesi.
Perundungan ini terjadi bertahun-tahun, yakni dari 2021 hingga 2023.
Menanggapi hal ini, Menteri Kesehatan mengaku akan mengatur jam kerja peserta didik dalam program pendidikan dokter spesialis (PPDS) di rumah sakit untuk mengantisipasi perundungan.
Ke depannya, Kementerian Kesehatan akan membuat aturan mengenai kontrak kerja sama dengan fakultas kedokteran terkait jam kerja.
Pengaturan jam kerja akan dilakukan melalui kerja sama formal antara rumah sakit di bawah Kementerian dan fakultas kedokteran.
Upaya ini diharapkan dapat menekan potensi perundungan akibat jam kerja berlebihan yang selama ini tidak dapat diatur oleh rumah sakit.
#perundungan #undip
Baca Juga: Lansia di Surabaya Ditipu Anak Kos: Dua Rumah Diambil Alih Tanpa Transaksi Jual Beli
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.