JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah Indonesia telah menyelenggarakan Pemilihan Umum sebanyak 12 kali sejak 1955 hingga 2019.
Meski negara telah menjalankan pesta demokrasi berulang kali, masih tercatat beberapa kecurangan di dalamnya.
Lalu bagaimana peran media arus utama dalam mengawal penyelenggaraan pemilu agar langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Luber Jurdil)?
Peliknya permasalahan penyelenggaraan pemilu di Indonesia menangani informasi bohong.
Timbul juga isu mengenai penyelenggaraan pemilu dengan proporsional tertutup dan sempat pula dipublikasikan oleh beberapa media arus utama.
Pengamat politik, Hendri Satrio menilai Kode Etik Jurnalistik perlu diterapkan dengan baik agar menjadi sumber edukasi yang berisi dan tak menimbulkan sesat pikir bagi masyarakat.
Baca Juga: Kominfo Catat Hoaks Seputar Pemilu 2024 Meningkat 10 Kali Lipat dari Tahun Lalu
Di lain pihak Pengamat Media, Dadang Rahmad Hidayat menjelaskan peran media arus utama masih berdampak besar dalam membangun literasi masyarakat.
Di lain pihak Bawaslu bersama KPU, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Dewan Pers terus merancang petunjuk teknis untuk gugus tugas pengawasan dan pemantauan pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye pada pemilu 2024.
Komisioner KPU Idham Holik meyakini regulasi yang telah diterbitkan oleh Dewan Pers dapat meminimalisir penyebaran berita bohong pada pemilu mendatang.
Ledakan pengguna internet di Indonesia masih jadi peluang penyebaran berita bohong.
Namun dengan koordinasi yang tepat peran media arus utama menjadi penting sebagai barometer yang tepat untuk memahami gejolak kontestasi politik di pemilu 2024 mendatang.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.