Mahkamah Konstitusi sedang dirundung prahara. Putusan MK mengenai gugatan batas usia capres-cawapres diprotes banyak pihak. Putusan ini melenggangkan putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka maju sebagai bakal calon wakil presiden. Hal ini dianggap merusak konstitusi dan diduga melanggar kode etik Hakim Konstitusi karena adanya konflik kepentingan.
Jurnalis Kompas TV, Ni Luh Puspa, bertemu Bivitri Susanti, Ahli Hukum Tata Negara, salah satu dari 16 Guru Besar yang melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman atas dugaan pelanggaran etik. Apa yang menjadi kegelisahan dan alasan 16 akademisi melaporkan perkara ini.
Kemudian, Ni Luh berbincang dengan Hakim Konstitusi 2003-2008 dan 2015-2020, I Dewa Gede Palguna, untuk mengetahui konsekuensi hukuman jika Hakim Mahkamah Konstitusi terbukti melanggar etik. Apakah putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi mampu memulihkan kepercayaan publik pada Mahkamah Konstitusi?
Ni Luh juga menghubungi Guru Besar Riset LIPI, Prof Ikrar Nusa Bhakti, untuk mengetahi bagaimana dampak putusan Mahkamah Konstitusi terkait syarat usia capres-cawapres terhadap masa depan politik Indonesia.
Terakhir, Ni Luh berdiskusi dengan Ace Hasan Syadzily, Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Jawa Barat, untuk mengetahui pandangan masyarakat atas putusan Mahkamah Konstitusi yang diduga terdapat campur tangan politik dalam upaya melenggangkan politik dinasti.
Saksikan NI LUH, Tayang setiap Senin, pukul 20.30 WIB, di Kompas TV, Independen Terpercaya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.