KOMPAS.TV-Nominal yang dikeluarkan untuk ‘’nyawer’’ beragam, bahkan tak jarang ada penonton yang ‘’nyawer’’ dalam jumlah besar.
"Diakui, disapa, bisa minta orang lain melakukan apapun karena uangnya itu sangat menyenangkan untuk beberapa orang. Ini juga meningkatkan hormon tertentu yang hubungannya sama kebahagiaan di otaknya, pun meningkatkan percaya diri dan harga diri, setidaknya di kelompok followers si kreator", beber Alif Aulia Masfufah, Psikolog klinis dari Yayasan Cintai Diri Indonesia (Love Yourself Indonesia).
Aulia menjelaskan, dalam prosesnya mereka tidak akan langsung memberi ‘’saweran’’.
Setelah ‘’mempelajari’’ kreatornya barulah mereka tahu kalau donasi disukai oleh kreator, diapresiasi, didengarkan dll.
Akhirnya akan merespon dengan mencoba memberikan donasi atau ‘’saweran’’ tersebut.
Maka terbentuklah kebiasaan memberi karena apresiasi tersebut.
Penonton yang doyan "nyawer" akan merasa tertantang ketika ada penonton lain yang "menyawer" dengan nominal lebih tinggi.
Melansir Kompas.com, pada fase ini mereka mulai menggunakan perasaannya, dan episode adiksinya telah dimulai.
Menurut Aulia, Mereka yang kecanduan nyawer akan merasa gusar, ketika kreatornya tak menggelar live streaming bahkan marah ketika tidak punya uang.
Mereka yang suka ‘’nyawer” merasa senang ketika kebutuhan emosinya terpenuhi, misalnya menurut Aulia, dengan diapresiasi kreator atau memiliki level yang tinggi dibanding penonton lainnya.
Praktik ini kata Aulia polanya sama seperti perilaku adiksi yang lain, cuma formatnya baru yaitu saweran digital.
Mereka yang doyan ‘’nyawer’’ digital ini, tidak peduli dengan uang atau materi lainnya yang hilang, selagi masih bisa memenuhi kesenangannya.
Baca Juga: Viral! Kakek di Probolinggo Rela Jadi Pengemis untuk Nyawer Biduan Dangdut
Editor Video & Grafis: Joshua Victor
Sumber : Diolah dari berbagai sumber
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.