KOMPAS.TV - Beberapa waktu belakangan Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak ramai diperbincangkan.
Pasalnya, Rancangan Undang-Undang ini menimbulkan pro dan kontra terkait cuti melahirkan selama 6 bulan yang diatur di dalamnya.
Baca Juga: Kata Apindo Soal Wacana Cuti Melahirkan Jadi 6 Bulan: Kontraproduktif!
Dalam RUU itu disebutkan cuti melahirkan menjadi enam bulan dan masa istirahat selama 1 setengah bulan bagi ibu pekerja yang mengalami keguguran.
Sebelumnya, cuti melahirkan diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No 13 tahun 2003 dengan durasi selama tiga bulan saja.
Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan cuti melahirkan selama enam bulan diharapkan bisa meningkatkan kedekatan ibu dan anak serta mencegah stunting.
Stunting memang masih menjadi permasalahan di Indonesia, dimana angkanya masih mencapai 24 persen lebih pada 2021.
Angka ini masih diatas angka standar yang ditoleransi organisasi kesehatan dunia WHO yaitu dibawah 20 persen.
Namun pengaturan cuti melahirkan selama 6 bulan ini mendapat kritik dari Apindo
Asosiasi Pengusaha Indonesia ini merasa tidak dilibatkan dalam pembahasan cuti melahirkan tersebut.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial Apindo Anton J Supit menyatakan, angka stunting bisa diturunkan dengan perbaikan layanan kesehatan bagi ibu hamil jadi tidak terkait langsung dengan ibu yang bekerja.
Apalagi menurutnya, kondisi ekonomi saat ini belum pulih sepenuhnya akibat pandemi covid-19.
Sehingga berat untuk menerapkan aturan tersebut, selain itu aturan itu akan menimbulkan diskriminasi bagi pekerja perempuan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.