JAKARTA, KOMPAS.TV - Rencana menunda Pemilu, khususnya Pemilihan Presiden (Pilpres) pada 2024 atau memperpanjang masa jabatan Joko ‘Jokowi’ Widodo sebagai presiden tetap berjalan.
Manuver partai pendukung Jokowi dan suara di tengah masyarakat sudah memunculkan kampanye yang mendorong Jokowi tetap memimpin Indonesia pada 2024.
Ketua Umum Partai Pendukung Penundaan Pemilu, Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Golkar yang mendukung perpanjangan masa jabatan presiden, bertemu Surya Paloh, Ketua Umum Partai Nasdem di kantornya, Nasdem Tower di Cikini, Jakarta, Kamis (10/3) kemarin.
Airlangga bicara dengan Surya soal penundaan pemilu untuk perpanjangan masa jabatan presiden.
Surya menyatakan, soal penundaan pemilu sebaiknya tak menjadi polemik karena masih ada hal yang lebih penting yang harus jadi perhatian.
Manuver sejumlah ketua umum partai mengkampanyekan penundaan pemilu ke masyarakat, dianggap sebagai hal biasa oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD.
Namun, menurut Ahli Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra, peluang menambah masa jabatan hanya bisa dilakukan dengan mengubah konstitusi.
Sementara, saat ini, kata Yusril yang juga Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menhukham), belum terlihat sinyal ada langkah konkret mengubah konstitusi.
Kembali lagi, ujungnya memang konstitusi.
Lantas, bagaimana mengelola Pasal 7 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden, yang lima tahun dan selanjutnya?
Di saat yang bersamaan, sejumlah spanduk mendukung Jokowi kembali memimpin Indonesia di 2024 sudah beredar di banyak daerah.
Penundaan Pemilu atau presiden tiga periode, pada prinsipnya adalah perpanjangan masa jabatan presiden; dan jalan satu-satunya adalah amandemen konstitusi Undang-Undang Dasar 1945.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.