YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Jika di daerah lain pemilihan kepala daerah ditentukan melalui proses pemilihan langsung, di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki cara tersendiri untuk memiliki gubernur dan wakil gubernur, yaitu dengan pengukuhan. Hal ini sesuai dengan, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta atau DIY.
Dalam undang-undang ini, gubernur hanya dijabat oleh sultan atau raja yang bertahta di Keraton Yogyakarta. Sementara posisi wakil gubernur, diisi oleh Adipati Paku Alam yang bertahta. Meski masyarakat Yogyakarta tidak memilih secara langsung, namun hal ini tidak menjadi persoalan khusus.
“Biasa saja sebenarnya, kalau saya orangnya yang ikut saja ngarso dalem, karena itu kan sudah menjadi budaya lokal yang harus kita hormati,” ucap Agung Dwi, warga.
Tri Astuti, salah satu warga Yogyakarta, mengatakan bahwa ia tidak iri karena memang sudah menjadi aturannya seperti itu.
“Tidak iri, karena kan memang menurut aturan seperti itu, jadi harus taat aturan,” ujar Tri.
Menurut ketua departemen politik yang juga Pemerintahan Fisipol UGM, Abdul Gaffar Karim, di DIY sistem pemerintahan yang diterapkan adalah monarki. Dimana rakyat tidak memberikan mandat pada penguasa, karena mandatnya bersifat turun temurun.
“Di DIY ini sistem pemerintahannya monarki, dalam sistem pemerintahan monarki rakyat memang tidak memberikan mandat pada penguasa, karena mandatnya itu bersifat turun-temurun. Jadi kalau ditanya kenapa DIY tidak ada pilgub, karena di DIY yang diterapkan adalah sistem monarki, didalam sebuah republik," tutur Abdul.
"Misalnya kalau di Daerah Khusus Ibukota (DKI), para bupati wali kota ditunjuk oleh gubernur, dan bertanggung jawab kepada Gubernur DKI. Kalau di DIY, gubernur itu dijabat oleh raja yang aktif sedang bertahta, tapi dia berhadapan dengan check and balances dengan DPRD, jadi di sisi ini tidak banyak perbedaanya, pertanggung jawaban eksekutif tetap kepada legistlatif. Dari segi itu, DIY tidak berbeda dengan provinsi-provinsi yang lain,” tambahnya.
Provinsi Yogyakarta tidak melakukan pemilihan gubernur, karena kedudukannya sebagai daerah istimewa berdasarkan sejarah, dan undang-undang. Status istimewa ini berasal dari kesepakatan historis pasca kemerdekaan, ketika kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman secara sukarela bergabung dengan Republik Indonesia.
#keratonyogyakarta #pemilihangubernur #yogyakarta
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.