JAKARTA, KOMPAS.TV - Pada 22 Juni tahun ini, Jakarta berusia 497 tahun. Meski sudah bukan ibu kota lagi, sebagai konsekuensi dari disahkannya Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) pada Maret lalu, namun Jakarta tetap kota paling sibuk di tanah air.
Sejarah kota ini bergerak mewarnai perjalanan republik. Bermula dari pelabuhan kecil Sunda Kalapa, sekitar 500 tahun lalu, lambat laun pelabuhan kecil ini bertransformasi menjadi pusat perdagangan internasional yang mempertemukan ragam bangsa di dunia. Rekam jejak Jakarta bisa ditemukan melalui beberapa prasasti yang ditemukan di sekitar pelabuhan dan sepanjang sungai Ciliwung.
Mengutip laman jakarta.go.id, sejarah tentang Jakarta tercatat oleh para pengembara Eropa di abad ke-16. Kala itu, Jakarta marak disebut sebagai Kalapa, yang merupakan pelabuhan utama Kerajaan Sunda. Pelabuhan yang turut menjadi pusat perniagaan Portugis kala itu diserang oleh Pangeran Fatahillah pada 22 Juni 1527. Sejak itu, Pangeran Fatahillah mengganti nama Sunda Kalapa menjadi Jayakarta. Tanggal penyerangan itu hingga kini diperingati sebagai HUT Kota Jakarta.
Baca Juga: Jakarta Peringkat Dua Kota dengan Udara Terburuk di Dunia Pagi Ini
Semenjak itu, Jakarta menjadi kota dunia, yang didatangi para pedagang dan pengelana dari berbagai negara Eropa hingga China, India, dan Arab.
Hingga Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, Jakarta menjadi pusat kegiatan politik dan pemerintahan pada masa awal kemerdekaan. Kemudian secara resmi pada 1966 Jakarta menjadi Ibu Kota Negara. Sebagai Ibu Kota Negara, Jakarta berkembang pesat dengan dibangunnya lokasi bisnis, akomodasi, hingga kedutaan besar bagi negara sahabat.
Jakarta terus berkembang menjadi kota megapolitan dan menjadi salah satu yang terbesar di dunia di abad ke-21. Kehidupan perkotaan yang semarak dengan berbagai keragaman, warisan budaya, hingga destinasi kelas dunia kini berkumpul dan bisa ditemukan di Jakarta.
Baca Juga: Petugas Sudin KPKP Jakarta Utara Temukan 48,65 Kilogram Organ Hewan Kurban Terinfeksi Parasit
Bukan Lagi Ibu Kota
Status ibu kota negara berubah setelah disahkannya UU Daerah Khusus Jakarta. Pada Pasal 2 Ayat (1) UU DKJ, yang berbunyi "Dengan Undang-Undang ini, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta diubah menjadi Provinsi Daerah Khusus Jakarta".
Tetapi, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, UU DKJ tetap memiliki kekhususan bagi Jakarta meski sudah tidak akan jadi ibu kota negara lagi.
Dengan begitu, Jakarta masih bisa mengakselerasi pertumbuhan ekonominya sendiri.
"Pembahasan RUU tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta merupakan wujud komitmen bersama antara pemerintah, DPR RI, dan DPD RI untuk mengupayakan Jakarta menjadi kota berkelas dunia dengan tetap mempertahankan perputaran ekonomi yang besar," ucap Tito dalam rapat paripurna di DPR, Selasa (28/3/2024) lalu.
Ia mengungkapkan ada delapan fraksi yakni PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, Demokrat, dan PAN, yang menyetujui RUU DKJ disahkan menjadi UU. Hanya Fraksi PKS yang menolak RUU DKJ menjadi Undang-Undang.
"Delapan fraksi menyatakan setuju yakni PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, Demokrat, PAN dan PPP untuk diteruskan ke tahap pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna untuk ditetapkan menjadi Undang-Undang. Sementara satu fraksi yakni fraksi PKS menyatakan menolak," kata Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.