YOGYAKARTA, KOMPAS.TV — Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) berencana membuat program pengawasan dan pendampingan khusus bagi anak yang berpotensi maupun telah melakukan tindak kejahatan jalanan atau klitih.
Menurut Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, salah satunya dengan merehabilitasi atau mengasramakan di sekitar Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD) di Pundong, Kabupaten Bantul.
Hal tersebut direncanakan, kata Sultan, sebagai bentuk perhatian khusus Pemda terhadap fenomena klitih yang terus berulang di wilayah DI Yogyakarta .
"Ditata kembali program untuk training yang ada di Pundong itu. Coba kita adakan karena tanahnya luas, bagaimana dia (pelaku dan anak berpotensi melakukan kejahatan) bisa mungkin tinggal di sana," jelas Sri Sultan di Kompleks Kepatihan, seperti dikutip TribunJogja.com, Selasa (12/4/2022).
Sultan menjelaskan, sebagian anak dan remaja yang pernah melakukan tindak kriminal hidup dalam lingkungan keluarga yang tidak harmonis.
Selain itu Sultan juga meyakini bahwa anak yang putus sekolah memiliki potensi yang lebih besar untuk terlibat dalam tindak kejahatan. Misalnya si anak akan mengikuti geng untuk mengisi kesibukannya.
Baca Juga: Koordinasi Bahas Klitih, Bupati Bantul: Kalau Sudah Membahayakan, ya Ditangkap dan Dihukum
Terkait hal itu, Sultan menyebut mengeluarkan anak bermasalah dari sekolah bukan merupakan solusi.
Menurutnya, perlu upaya pendampingan dan pembinaan secara intens agar anak tak terjerumus melakukan tindak kejahatan.
"Ya kalau terus nganggur ya kriminalitasnya makin tinggi. Kejahatan juga makin tinggi. Lebih baik, bisa nggak dititipkan ke (pusat rehabilitasi)," ujarnya.
"Memberhentikan sekolah nggak menyelesaikan masalah tapi menambah masalah," sambung Sultan.
Lebih jauh, Sultan menyebut bahwa selama ini Pemda DIY juga telah menampung anak yang berhadapan dengan hukum (ABH).
Mereka perlu mendapat pendampingan lantaran orang tuanya tidak lagi mau menerima anaknya.
Sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pun telah diminta melakukan pendampingan.
Yakni Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY dan Dinas Sosial (Dinsos) DIY.
"Nah memang sekarang yang kita openi ini (ABH yang ditolak keluarga). Dari kepala dinas mengatakan, karena rata-rata orang tua tidak mau menerima lagi. Karena dia tidak bisa dikendalikan sama ortu atau dasarnya perceraian dan sebagainya. Ini perlu kita dalami supaya dia itu betul-betul bisa berubah," tukas Sultan.
Baca Juga: Ada Jogja Gelut Day, Disiapkan Erix Soekamti untuk Lawan 'Klitih' di Yogyakarta
Sumber : Kompas TV/tribunjogja
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.