YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Kekerasan anak di bawah umur di sekolah tentu menjadi isu yang mengkhawatirkan bagi orang tua dan wali murid. Terlebih lagi, angka insiden kekerasan di sekolah-sekolah di Indonesia masih tinggi.
Tingginya angka kekerasan di sekolah Indonesia terlihat dari data hasil Asesmen Nasional (AN) dan survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) RI Nadiem Makarim pun mengakui bahwa angka kekerasan di sekolah masih tinggi.
Mengingat masih tingginya angka kekerasan di sekolah, Nadiem pun menyampaikan ciri-ciri sekolah yang berpotensi besar menjadi tempat kekerasan terhadap anak. Ciri-ciri itu adalah pihak sekolah tidak mau menyentuh topik kekerasn, enggan sosialisasi, serta menganggap topik kekerasan sebagai tabu.
Baca Juga: Guru Wajib Tahu! Ini Tips Mengatasi Perundungan atau Bullying di Sekolah
“Sekolah yang tidak mau menyentuh topik ini, tidak sosialisasi, menganggap topik ini tabu, di situlah insidensi dan risiko kekerasan semakin tinggi,” kata Nadiem saat ketika peluncuran Merdeka Belajar Episode ke-25 terkait Permendikbudristek PPKSP yang disiarkan Youtube Kemendikbudristek, Selasa (8/8/2023).
Nadiem melanjutkan, sekolah yang berani menyikapi isu kekerasan memiliki tingkat kekerasan yang rendah.
“Sekolah yang berani membicarakan ini, melakukan edukasi, sosialisasi, program pencegaha, itu yang tingkat insidensinya rendah,” kata Nadiem sebagaimana dikutip Kompas.com.
Menurut Nadiem, Permendikbudristek PPKSP terkait pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dibuat untuk melindungi siswa, guru, dan tenaga pendidikan dari segala bentuk kekerasan.
“Aturan ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman. Agar peserta didik, pendidik, dan tenaga pendidikan dapat mengembangkan potensinya,” katanya.
Berdasarkan Asesmen Nasonal 2022, 34,51 persen siswa atau 1 dari 3 peserta didik di Indonesia berpotensi mengalami kekerasan.
Sebanyak 26,9 persen peserta didik berpotensi mengalami hukuman fisik. Sedangkan 36,31 persen siswa berpotensi mengalami perundungan.
Sementara menurut temuan survei Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) tahun 2021, 20 persen anak laki-laki dan 25,4 persen anak perempuan usia 13-17 tahun mengaku pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih dalam kurun 12 bulan terakhir hingga waktu survei.
Baca Juga: 2.739 Anak Jadi Kasus Kekerasan Seksual, Pelaku Orang Terdekat
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.