JAKARTA, KOMPAS.TV- Presiden Prabowo Subianto diminta untuk membuat keputusan darurat terkait mafia hukum yang melakukan jual beli perkara.
Hal tersebut disampaikan Anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat Hinca Pandjaitan merespons tertangkapnya 4 hakim dalam dugaan suap untuk putusan onstlag perkara korupsi minyak sawit mentah di Satu Meja The Forum Kompas TV, Rabu (17/4/2025).
“Saya mengusulkan dan meminta kepada presiden untuk mengeluarkan sebuah keputusan darurat dan memerintahkan atau bicara dengan lembaga peradilan khususnya di pengadilan tingkat yang mengadili korupsi, mengambil sebuah keputusan yang ketat dan keras,” ucap Hinca.
Hinca berharap respons tegas Presiden Prabowo terkait integritas hakim benar-benar dilakukan secepatnya sebagaimana ketika menyetujui kenaikan gaji hakim.
Baca Juga: Bahlil soal Kader Diduga Aniaya Pramugari: Kalau Salah Pasti Akan Dilakukan Pembinaan
“Saya meminta presiden dan sebagaimana juga telah disampaikan berkali-kali oleh beliau, untuk mengambil langkah tegas, sama tegasnya ketika organisasi hakim meminta lewat Komisi III DPR kenaikan gajinya,” ucap Hinca.
“Waktu itu pimpinan DPR membuka teleponnya langsung ke presiden, dijawab langsung diiyakan untuk naikkan gaji hakim. Nah artinya itu tepat diresponsnya,” lanjutnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menangkap dan menahan empat orang hakim karena diduga menerima suap untuk putusan perkara ekspor minyak mentah. Keempatnya adalah, Ketua Pengadilan Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, Hakim Djumyanto, hakim Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan hakim Ali Muhtarom (AM).
Menurut Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar, Hakim Muhammad Arif Nuryanta mematok tarif Rp60Miliar untuk putusan onstlag yang diminta oleh pihak berperkara. Dari uang tersebut, hakim Arif kemudian memberikan kepada hakim Djumyanto, hakim Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan hakim Ali Muhtarom (AM) dengan total Rp22,5 Miliar.
Baca Juga: Peneliti Pukat UGM: Hakim Terima Suap adalah Kejahatan Teroganisir
“Untuk ASB menerima uang dolar yang setera dengan Rp4.500.000.000. DJU menerima uang dolar setara dengan Rp6.000.000.000 dari uang bagian DJU tersebut diberikan kepada Panitera sebesar Rp300.000.000. AL menerima uang berupa dolar Amerika yang setera dengan Rp5.000.000.000,” kata Harli.
“Ketiga hakim tersebut mengetahui tujuan dari penerimaan uang tersebut agar perkara tersebut diputus Onstlag dan pada tanggal 19 Maret 2025 perkara tersebut di putus Onstlag,” lanjutnya.
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.