JAKARTA, KOMPAS.TV- Guru Besar Hukum Univesitas Hasanuddin yang juga mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto akui menjadi hakim banyak godaannya.
Hal tersebut disampaikan Aswanto dalam dialog Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Rabu (16/4/2025).
“Saya punya pengalaman sebagai hakim gitu ya, 9 tahun saya menjadi hakim di Mahkamah Konstitusi memang godaan itu banyak,” ucap Aswanto.
“Jadi kalau kita mengatakan itu culture sebenarnya nggak juga. Itu tergantung pada moral masing-masing hakim dan moral hakim ini banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor, yaitu antara lain misalnya soal kesejahteraan,” lanjutnya.
Baca Juga: Peneliti Pukat UGM: Hakim Terima Suap adalah Kejahatan Teroganisir
Oleh karena itu, kata Aswanto, hakim-hakim di MK tidak gampang tergoda dengan iming-iming karena kesejahteraannya sudah luar biasa. Meski demikian, Aswanto tidak bisa menjamin hakim-hakim MK tidak menerima suap.
“Saya tidak menjamin 100%, tapi saya yakin teman-teman di MK itu tidak gampang tergoda oleh godaan-godaan orang yang mau melakukan suap,” ucap Aswanto.
“Kenapa tidak gampang tergoda karena kesejahteraan hakim di MK itu sudah luar bisa, hakim MK itu bisa take home pay Rp200.000.000 per bulan,” lanjutnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menangkap dan menahan 4 orang hakim karena diduga menerima suap untuk putusan perkara ekspor minyak mentah. Keempatnya adalah, Ketua Pengadilan Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, Hakim Djumyanto, hakim Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan hakim Ali Muhtarom (AM).
Baca Juga: 4 Hakim Diduga Terima Suap, Peneliti: Ini Bukan Kejahatan karena Terpeleset, tapi Problem Sistemik
Berdasarkan keterangan Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar, Hakim Muhammad Arif Nuryanta mematok tarif Rp60Miliar untuk putusan onslag yang diminta oleh pihak berperkara. Dari uang tersebut, hakim Arif kemudian memberikan kepada hakim Djumyanto, hakim Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan hakim Ali Muhtarom (AM) dengan total Rp22,5 Miliar.
“Untuk ASB menerima uang dolar yang setera dengan Rp4.500.000.000. DJU menerima uang dolar setara dengan Rp6.000.000.000 dari uang bagian DJU tersebut diberikan kepada Panitera sebesar Rp300.000.000. AL menerima uang berupa dolar Amerika yang setera dengan Rp5.000.000.000,” kata Harli.
“Ketiga hakim tersebut mengetahui tujuan dari penerimaan uang tersebut agar perkara tersebut diputus Onstlag dan pada tanggal 19 Maret 2025 perkara tersebut di putus Onstlag,” lanjutnya.
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.