YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Akademisi yang tergabung dalam sejumlah organisasi mengkritik pengesahan revisi UU TNI pada Kamis (20/3/2025). Revisi UU TNI 2025 dinilai bertentangan dengan Reformasi 1998 yang salah satu tuntutannya adalah menghapus dwifungsi ABRI.
Akademisi dari Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Constitutional and Administrative Law Society (CALS), Serikat Pekerja Kampus (SPK), Universitas Islam Indonesia, hingga Pusat Kajian Demokrasi, Konstitusi, dan Hak Asasi Manusia UGM (PANDEKHA) merilis pernyataan bersama sehubungan pengesahan RUU tersebut.
Revisi UU TNI yang dikebut dan diproses secara tertutup disebut sebagai "kejahatan legislasi" yang berpotensi berdampak ke menguatnya impunitas militer hingga pengekangan kebebasan akademik.
Baca Juga: Puan Bantah RUU TNI Dibahas Tertutup: Pembahasan Sesuai Mekanisme, Tolong Jangan Berprasangka
UU TNI yang baru dinilai akan mengembalikan TNI ke dalam peran sosial-politik dan ekonomi-bisnis seperti pada masa Orde Baru. Hal ini dikhawatirkan dapat memperkuat impunitas anggota TNI.
Revisi UU TNI pun dianggap mengancam profesionalisme militer hingga mengkhianati komitmen Indonesia dalam menjalankan instrumen HAM internasional yang menuntut akuntabilitas militer dan perlindungan sipil, termasuk Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Konvensi Anti-Penyiksaan (CAT).
"Perubahan UU TNI yang disetujui bersama oleh DPR dan Presiden bertentangan dengan prinsip hukum dan HAM serta merupakan bagian dari kejahatan legislasi serius yang membunuh demokrasi Indonesia," demikian kutipan pernyatan bersama KIKA, Kamis (20/3).
Akademisi menilai keleluasaan yang diberikan UU TNI 2025 akan mengembalikan dwifungsi militer dalam jabatan sipil. Militer pun dikhawatirkan akan ikut campur dalam wilayah politik keamanan negara.
Meningkatnya impunitas militer juga dikhawatirkan akan mengekang kebebasan akademik, khususnya melalui perampasan buku-buku "kiri" serta pembubaran diskusi tentang Papua atas nama keamanan nasional.
Akademisi yang tergabung dalam KIKA hingga CALS meminta masyarakat untuk bersatu mendesak DPR-Pemerintah membatalkan revisi UU TNI. Revisi dianggap bertentangan dengan prinsip membangun pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan partisipatif.
"Perubahan UU TNI yang disetujui bersama oleh DPR dan Presiden bertentangan dengan prinsip hukum dan HAM serta merupakan bagian dari kejahatan legislasi serius yang membunuh demokrasi Indonesia," pungkas pernyataan bersama tersebut.
Baca Juga: YLBHI Kecam Pengesahan UU TNI: DPR Bersama Pemerintah Telah Jadi Tirani
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.