YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, menilai pembahasan revisi Undang-Undang (RUU) TNI oleh DPR-pemerintah adalah kesalahan sejarah yang diulangi.
Zainal menyebut negara mengulangi kesalahan soal dwifungsi ABRI (militer) yang sempat diredam dengan reformasi.
Dia menyatakan RUU TNI yang digodok pemerintah menunjukkan arogansi dan kepongahan negara dalam mengatur hukum.
“Perlawanan terhadap RUU TNI ini adalah bentuk perlawanan terhadap kepongahan negara. Negara sudah terlalu pongah dalam membuat peraturan, yang itu barangkali membuat dosen fakultas hukum kebingungan harus mengajarkan apa,” kata Zainal dalam acara diskusi di Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, Rabu (19/3/2025).
Baca Juga: Amankan Demo RUU TNI, Kapolres Metro Sebut 5.021 Personel Gabungan Tak Dipersenjatai
Dia menyebut RUU TNI yang dinilai menjembatani dwifungsi sama saja membangkitkan otoritarianisme. Menurutnya, otoritarianisme seperti era Orde Baru bisa beradaptasi dengan zaman dan muncul dalam bentuk baru.
“Yang menurut saya, maaf, agak tolol adalah mereka yang mengatakan Orde Baru tidak akan dibangkitkan kembali. Neo-otoritarianisme tidak pernah sama. Namun, yang terjadi adalah pengulangan paradigma dengan cara baru,” kata Zainal, dikutip Tribun Jogja.
Akademisi UGM tersebut turut menyoroti perubahan usia pensiun dan penempatan militer di jabatan sipil yang terdapat dalam RUU TNI.
Zainal menegaskan, dalam negara demokrasi, keputusan seperti demikian diambil melalui kebijakan mendalam, bukan malah membuat kesimpulan lebih dulu lalu mencari justifikasi.
“Biasakan dalam negara demokrasi, jangan konklusi mendahului analisa. Sudah ada konklusi duluan kalau ada dwifungsi, baru analisanya dicari-cari. Mari kita lakukan analisa dulu, baru konklusi yang tepat,” katanya.
Selain itu, Zainal menilai saat ini ada mismanejemen dalam pengelolaan jabatan di tubuh TNI. Pasalnya, kata dia, Indonesia memiliki surplus 419 jenderal yang seharusnya ditangani dengan reformasi manajemen ketentaraan, bukan menempatkan tentara di jabatan sipil.
Dia membandingkan dengan sistem militer di Amerika Serikat yang meskipun menetapkan jenderal sebagai posisi tertinggi, tetapi lebih banyak kolonel yang mengisi struktur.
“Kita ini seperti keledai dungu yang jatuh ke lubang yang sama kalau kita biarkan dwifungsi ABRI bangkit kembali,” katanya.
Baca Juga: Sidang Pengesahan RUU TNI Digelar Hari Ini, Massa Aksi Menginap di Gerbang DPR Sejak Semalam
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.