JAKARTA, KOMPAS TV – Anggota Komisi I DPR RI Syamsu Rizal mengakui proses pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih memiliki beberapa aspek yang kurang transparan.
"Pertama, saya anggap bahwa ini memang ada beberapa hal yang memang tidak terlalu transparan. Saya juga menganggap begitu," ujar Syamsu Rizal dalam program Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Senin (17/3/2025).
Meskipun mengakui ada aspek yang kurang transparan, ia mengeklaim sebagian besar pembahasan revisi UU TNI tetap dapat diakses oleh publik, termasuk melalui TV Parlemen.
Baca Juga: Pakar Hukum UGM sebut DPR Tidak Transparan Bahas RUU TNI: Kita Sulit Akses Dokumen Resmi
"Dan setahu saya bahan-bahan ini juga dibagikan, dan beberapa pembahasan itu sama sekali tidak tertutup. Bahkan beberapa pembahasan di Komisi I bisa di-crosscheck kembali," ujarnya.
Legislator dari Fraksi PKB itu pun berharap agar revisi UU TNI ini bisa lebih adaptif terhadap perkembangan zaman, serta tetap terbuka untuk masukan dari berbagai pihak agar tidak menimbulkan polemik di masyarakat.
Ia juga menilai kalau revisi ini bukan hal baru, karena drafnya telah beredar dan dibahas sejak tahun 2020.
"Semuanya sudah pernah beredar dan hampir semua komponen juga sudah pegang draf-nya. Legal draf-nya sudah berlangsung kurang lebih 5 tahun sejak 2020," katanya.
Syamsu Rizal menyatakan dalam pembahasan revisi UU TNI, dirinya telah memberikan beberapa catatan, khususnya terkait dengan pengisian jabatan militer di kementerian dan lembaga sipil.
Ia menegaskan bila kementerian atau lembaga membutuhkan anggota TNI, harus ada analisis jabatan yang jelas untuk memastikan bahwa kebutuhan tersebut benar-benar mendesak dan tidak bisa diisi oleh tenaga sipil.
"Di antaranya adalah kementerian/lembaga yang kemudian meminta atau membutuhkan anggota militer itu harus memiliki analisis jabatan yang memungkinkan," katanya.
Selain itu, ia menyoroti perlunya tetap mempertahankan sistem open bidding dalam pengisian jabatan, meskipun ada beberapa posisi di kementerian yang sudah diperbolehkan diisi oleh personel TNI.
"Yang ketiga itu adalah mutlak harus ada permintaan resmi dari kementerian atau lembaga tersebut yang kemudian dilampirkan analisis jabatan sehingga ke depannya menjadi lebih transparan," kata Syamsu Rizal.
Baca Juga: Protes Masyarakat Sipil Tolak Revisi UU TNI Sentimen Pribadi? Begini Respons Ahli
Sebelumnya, Ketua Departemen Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar sebut DPR tidak transparan dalam melakukan pembahasan revisi Undang-undang TNI. Sehingga memicu reaksi publik dan pemerhati yang meminta pembahasan RUU TNI dihentikan dan dilakukan secara terbuka.
"Sampai sekarang kita sulit mengakses mana sebenarnya dokumen resmi atau pembahasan terakhir oleh para anggota DPR, mana bunyi pasal yang asli karena di beberapa media sendiri tersebar dengan versi yang berbeda-beda,” ucap Uceng demikian Zainal Arifin Mochtar disapa dalam dialog Sapa Indonesia Pagi KompasTV, Senin (17/3/2025).
Bagi Uceng, pola-pola pembahasan secara tertutup yang dilakukan oleh DPR seolah ingin membuat rakyat trauma berulang kali. Sebab, kata dia, di berbagai undang-undang yang belakangan dibahas terjadi gejala kejar tayang sehingga tidak ada proses aspirasi yang memadai dari pemerhati dan publik.
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.