Kompas TV nasional peristiwa

Sejumlah Pendamping Desa Mengadu ke Komnas HAM, Lapor Dugaan PHK Sepihak oleh Kementerian Desa

Kompas.tv - 6 Maret 2025, 18:58 WIB
sejumlah-pendamping-desa-mengadu-ke-komnas-ham-lapor-dugaan-phk-sepihak-oleh-kementerian-desa
Sejumlah pendamping desa atau tenaga pendamping profesional (TPP) mengadukan dugaan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak oleh Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Kamis (6/3/2025). (Sumber: KOMPAS.com/FIRDA JANATI)
Penulis : Rizky L Pratama | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV – Sejumlah pendamping desa atau tenaga pendamping profesional (TPP) mengadukan dugaan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak oleh Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Mereka menilai kebijakan ini tidak adil dan bertentangan dengan hak asasi manusia.  

Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, menyatakan bahwa pihaknya telah menerima laporan dari para pendamping desa yang mengalami pemutusan kontrak secara tiba-tiba.

Menurut mereka, kebijakan baru Kemendes PDT mengharuskan tenaga pendamping yang pernah mencalonkan diri sebagai anggota legislatif untuk mengundurkan diri, meskipun sebelumnya tidak ada aturan semacam itu.  

Baca Juga: Efisiensi Anggaran Komnas HAM-LPSK, Bagaimana Penegakan Hak Asasi dan Perlindungan Saksi-Korban?

"Kami baru saja menerima pengaduan dari teman-teman pendamping desa yang diadukan ke kami, yakni ada dugaan mereka mengalami PHK sepihak oleh Kementerian Desa yang selama ini sudah dikontrak bertahun-tahun sejak UU (Undang-Undang) Desa itu ada," ujar Anis saat ditemui di Kantor Komnas HAM, dikutip dari Kompas.com, Kamis (6/3/2025).  

Menurut Anis, klausul baru tersebut tidak dijelaskan secara rinci dalam kontrak kerja, sehingga menimbulkan tanda tanya. 

"Kontrak mereka kan selama ini diperpanjang setiap tahun, tetapi tiba-tiba pada tahun 2025 berdasarkan klausul baru bagi yang pernah mencalonkan diri sebagai anggota legislatif atau caleg (calon anggota legislatif) bahasanya, mundur tetapi tidak tersedia klausulnya," jelasnya.

Komnas HAM berencana untuk menganalisis lebih lanjut apakah terdapat unsur pelanggaran hak asasi manusia dalam kebijakan ini.  

"Tetapi secara mekanisme tentu Komnas HAM membutuhkan waktu menindaklanjuti laporan yang disampaikan teman-teman pendamping desa," imbuhnya.

Baca Juga: Band Sukatani Diajak Jadi Duta Polri, Apa Kata Kompolnas dan Komnas HAM?

Sementara itu, Perwakilan Perhimpunan Pendamping Desa Seluruh Indonesia, Hendriyatna, menilai kebijakan ini tidak hanya mencederai hak mereka sebagai pekerja, tetapi juga merendahkan martabat mereka sebagai warga negara yang memiliki hak politik.  

"Ini sudah merupakan suatu pelanggaran hak asasi manusia. Kami ini manusia, bukan binatang, tapi tiba-tiba kami dianggap seolah-olah kami bukan manusia," ucapnya. 

Hendriyatna menegaskan bahwa sejauh ini tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pendamping desa yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. 

Selain itu, tidak ada laporan ke Bawaslu mengenai dugaan penyalahgunaan wewenang oleh TPP yang maju dalam Pemilu.  

"Pencalonan tersebut sudah mendapatkan izin, sudah mendapatkan legitimasi formal baik dari KPU, kementerian, atau Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu). Bawaslu pun tidak pernah mempersoalkan kami," terangnya. 

Baca Juga: [FULL] Cerita Pekerja Sritex Bertahan Hidup Usai PHK-Penjelasan Komnas HAM soal Hak Pekerja


 

Kami memberikan ruang untuk Anda menulis

Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.

Daftar di sini



Sumber : Kompas.com

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE



KOMPASTV SHORTS


Lihat Semua

BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x